Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Mengancam Industri Kretek Nasional
"Lihat saja jika ada kebijakan kenaikan tarif cukai, pasti ada pertimbangan pengendalian konsumsi, selain tentunya kepentingan pendapatan negara."
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Handoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 146/2017 menetapkan kebijakan berupa penyederhanaan layer(simplifikasi) tarif cukai rokok.
Kebijakan ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan secara bertahap mulai dari 10 (sepuluh) strata tarif di tahun 2018 hingga nantinya akan menjadi 5 (lima) strata tarif pada tahun 2021.
Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menilai kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai rokok merupakan kebijakan yang kontraproduktif. Sebab kebijakan tersebut akan menjadi ancaman bagi eksistensi industri kretek nasional.
"Regulasi mengenai cukai merupakan instrumen bagi kepentingan pengendalian tembakau di Indonesia. Terlihat dari adanya indikator pengendalian konsumsi rokok pada regulasi cukai," kata koordinator KNPK, Azami Mohammad dalam siaran persnya, Selasa (07/08).
Menurutnya, cukai tak hanya dilihat sebagai instrumen pendapatan negara, tetapi juga ada indikator pengendalian konsumsi rokok di dalamnya.
“Cukai merupakan instrumen dari pengendalian tembakau. Lihat saja jika ada kebijakan kenaikan tarif cukai, pasti ada pertimbangan pengendalian konsumsi, selain tentunya kepentingan pendapatan negara,” ujarnya.
Baca: Mengapa Mesin Mobil Langsung Jatuh Saat Terjadi Tabrakan Keras dari Arah Depan? Ini Penjelasannya
Azami menambahkan, kebijakan mengenai cukai rokok jika memang murni untuk kepentingan pendapatan negara, maka seharusnya kebijakan cukai tidak menjadi beban bagi industri kretek. Pasalnya, konsumen (perokok) terus-menerus dikenakan kenaikan harga atas kebijakan cukai yang naik setiap tahunnya.
Di lain sisi, konsumen sedang berada dalam kondisi daya beli yang cenderung menurun. Hal ini berdampak pada lesunya industri sehingga negara memiliki potensi lost pendapatan yang besar hingga ratusan triliun rupiah.
“Faktanya cukai justru membebankan industri kretek. Kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi setiap tahunnya mengakibatkan industri mengalami penurunan produksi dan banyak pabrikan kretek yang gulung tikar, sekarang saja hanya tinggal 100 pabrikan yang masih berjalan produksi,” tambahnya