Heboh Tagar #CrazyRichSurabayan, Benarkah Banyak Orang Surabaya Tajir Melintir?
Pameran kekayaan di film Crazy Rich Asia memunculkan tagar #CrazyRichSurabayan, atau orang super kaya Surabaya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pameran kekayaan di film Crazy Rich Asia memunculkan tagar #CrazyRichSurabayan, atau orang super kaya Surabaya.
Tapi seberapa dekat cerita ini dengan kenyataan? Setelah jadi sorotan karena gaya bicara campuran antara bahasa jawa logat Jawa Timuran dengan bahasa Inggris, Surabaya kembali jadi bahan pembicaraan warganet.
Baca: 5 Hal tentang Jack Ma, Masa Kecilnya Melarat, 33 Kali Ditolak Melamar Kerja dan Kini Kaya Raya
Kali ini, yang jadi sorotan adalah cerita soal kekayaan warga Surabaya, yang disebutkan pengamat tidak pernah memamerkan kekayaannya tapi nampak di saat-saat tertentu.
Warganet berbagi pengalaman mereka saat bertemu dengan #CrazyRichSurabayan, sebuah tagar yang diambil dari judul film terbaru 'Crazy Rich Asian' yang menceritakan tentang kehidupan orang-orang terkaya di Asia.
Bedanya, di #CrazyRichSurabayan, meski kaya raya, mereka dianggap berpenampilan sederhana.
Warganet pun bertanya-tanya, apakah tagar ini mengandung kebenaran?
Menurut ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, jika dilihat dari struktur ekonominya, Surabaya memang tempatnya warga kelas menengah ke atas.
Dia menjelaskan bahwa 58% kontributor pertumbuhan ekonomi nasional ada di Jawa, dan di Jawa pertumbuhan itu terpusat pada Jakarta dan Surabaya.
"Produk domestik regional bruto Surabaya 24% dari seluruh Jawa Timur," kata Bhima. Kota itu punya 873 industri besar dan sedang, yang menyerap 152.000 tenaga kerja.
Surabaya adalah pusat industri manufaktur terbesar di Indonesia. Penanaman modal asing di Surabaya pada tahun 2017 menurut data BPS adalah Rp2,3 triliun.
Kepala Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih, menjelaskan bahwa Surabaya adalah penopang ekonomi kedua di Indonesia jika ditilik dari jumlah perdagangan dan peredaran uangnya.
Letaknya yang strategis juga menjadikan Surabaya sebagai pusat penghubung untuk menuju ke Indonesia Timur.
"Selain itu ada banyak Penanaman Modal Asing dari Korea, Jepang dan lain-lain," kata dia.
"Penerbangan langsung juga adalah indikator perkembangan ekonomi suatu kota. Di Surabaya, maskapai besar punya penerbangan langsung sehingga tidak perlu ke Jakarta," kata Lana.
Menurut data BPS, pada 2017 bandara Juanda di Surabaya adalah bandara dengan lalu lintas penumpang dan barang terbesar kedua setelah Jakarta. Ada 7,9 juta orang yang melintas per tahun, dan 45.400 ton barang.
Lana mengaku tidak tahu berapa banyak kelas menengah ke atas yang ada di Surabaya.
Tapi yang pasti, "Di Surabaya juga ada Putra Sampoerna, salah satu orang terkaya di Indonesia, yang jaringan bisnisnya sudah tidak diragukan lagi," kata dia.
Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa perekonomian Surabaya tumbuh dengan pesat jika dilihat dari data BPS pada 2014-2017.