Bulog Sebutkan Gudangnya Sudah Penuh oleh Beras, Ombudsman RI Minta Ada Audit di Lapangan
Menurutnya, pemerintah harus melakukan audit stok beras Bulog, termasuk kapasitas gudangnya untuk mengetahui situasi sebetulnya seperti apa.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI mendorong dilakukannya audit terhadap posisi stok serta kapasitas seluruh pergudangan Perum Bulog. Dengan demikian didapatkan kejelasan informasi dan data terkait ketersediaan stok pangan nasional.
Menurutnya, pemerintah harus melakukan audit stok beras Bulog, termasuk kapasitas gudangnya untuk mengetahui situasi sebetulnya seperti apa.
"Apakah memang stoknya berlimpah, apakah gudangnya cukup atau tidak," ungkap anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, akhir pekan ini (22/9/2018).
Nantinya, kata Alamsyah, audit akan memperlihatlkam angka pasti berapa kapasitas gudang-gudang Bulog yang sesungguhnya. Selain itu dapat diketahui juga berapa rata-rata produksi beras nasional yang masuk, untuk kemudian diimbangi dengan kebutuhan yang harus diimpor.
Selain itu, diperlukan juga evaluasi stok beras di pasaran dan tempat-penggilingan.
Baca: Perumahan di Pondok Cabe Udik Dikepung Proyek Tol, Warga Tuntut Ganti Rugi Rumah Segera Dibayar
"Dari situ nantinya akan terlihat semuanya, berapa yang diserap dari petani, berapa stok di pasaran, dan berapa kebutuhan nasional. Kemudian dihitung kebutuhan impornya berapa. Karena impor ini kan untuk menutupi devisit neraca beras kita," tuturnya.
Alamsyah meminta kepada BPS untuk segera merilis hasil perhitungan data produksi beras yang telah dilakukan menggunakan metode kerangka sampling area (KSA).
"Pastikan informasi dan data pangan terpublikasi dengan baik ke masyarakat," imbuhnya.
Terkait dengan polemik yang terjadi antara Dirut Perum Bulog, Budi Waseso dengan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, dirinya berharap agar koordinasi dan komunikasi antar lembaga lebih dikedepankan.
Baca: Sejak Ada Pengerjaan Proyek Tol Cinere-Serpong, Dinding Rumah Warga Pamulang Jadi Retak-retak
"Sepertinya ada model komunikasi yang tidak klir, yang berawal dari pengambilan keputusan di Rakortas. Dimana didalam sudah disepakati, tapi diluar saling sanggah," kata Alamsyah.
Oleh karena itu, dia meminta kepada presiden Joko Widodo untuk mengingatkan para pejabat untuk tidak menimbulkan kegaduhan, terkait kebijakan impor beras.
"Tegur menteri dan pejabat terkait yang bermuka dua (di Rakortas setuju, diluar menetang), agar tidak merusak kepercayaan publik," katanya.
Terkait dengan kapasitas gudang Bulog, sejatinya dapat menampung stok beras sebanyak 4 juta ton. Sementara sampai dengan saat ini, stok beras yang ada di gudang-gudang Bulog mencapai 2,4 juta ton.
Kapasitas 400 ribu ton dalam keadaan perbaikan dan disewakan untuk kepentingan komersil. Sisanya, sebanyak 1,2 juta ton dijadikan sebagai cadangan untuk menampung pasokan beras dari produksi dalam negeri, jika terjadi panen raya.
Sementara beberapa waktu lalu, Dirut Perum Bulog, Budi Waseso menolak untuk menerima beras impor, dengan alasan gudang telah penuh, bahkan telah menyewa sejumlah gudang dari pihak lain.
Buwas berpendapat, stok saat ini 2,4 juta ton beras sudah mencukupi sebagai cadangan nasional. Jika ditambah impor, justru akan memberikan beban tambahan bagi Bulog untuk menyewa gudang.
Menanggapi adanya gudang Bulog yang disewakan, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi berpendapat perlu dilakukan audit oleh BPK.
Tujuannya untuk mengetahui apakah harga gudang yang disewakan tersebut mengikuti harga pasar atau tidak.
"Harus diaudit, sesuai atau tidak harganya dengan harga pasar. Jangan seperti di gudang di kemayoran dan beberapa gudang lainnya disewakan dengan harga murah," kata Uchok.
Ahmad Sabran/Sumber: Warta Kota