Pertemuan Tahunan Bank Dunia-IMF di Bali Untungkan Indonesia.
Pendanaan pembangunan berkelanjutan sarannya, harus dilakukan dengan cara yang lebih inovatif daripada sekedar pemberian utang.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Dr. Agus Sari, salah seorang anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Kiai Maruf menyambut baik dimulainya acara Pertemuan Tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (World Bank – International Monetary Fund Annual Meeting) pada 8 – 12 Oktober 2018 di Bali.
TKN juga menyambut baik diadakannya acara paralel “Tri Hita Karana,” dengan tema “Blended Finance and Innovation,” yang akan digelar pada 10 – 11 Oktober 2018. “Menjadi tuan rumah acara ini bukan hanya mendudukkan Indonesia di posisi penting dunia dalam kancah pendanaan pembangunan, tetapi juga memberikan keuntungan yang tidak sedikit.” Agus Sari, salah seorang aktivis PSI, Senin (8/10/2018).
Agus Sari selama perhelatan IMF akan berada di Bali. Untuk pertemuan WB-IMF sebagai pembicara dalam acara Tri Hita Karana, menyatakan.
Dijelaskan, sebagai tuan rumah — yang telah diperjuangkan sejak masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono — Indonesia akan berkesempatan untuk memasukkan ide dan konsepnya untuk mendorong investasi swasta dalam perubahan iklim, penanganan bencana alam, dan pengembangan keuangan syariah.
Dari anggaran pemerintah sebesar $57 juta (sekitar Rp855 miliar) memang tampak besar. Namun, katanya hanya sekitar setengah dari potensi belanja keluarga para peserta yang diperkirakan akan mencapai $100 juta (Rp 1.4 triliun) sepanjang acara tersebut.
Belum lagi diperhitungkan dampak berantai kepada ekonomi lokal pada usaha kecil masyarakat. “Jadi, pertemuan tersebut memberikan keuntungan ekonomi kepada Indonesia,” lanjutnya.
Indonesia telah diakui dunia dalam penanganan ekonominya. Di tengah-tengah situasi ekonomi dunia yang memburukpun, Indonesia memperlihatkan progres yang baik dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Pendanaan pembangunan berkelanjutan sarannya, harus dilakukan dengan cara yang lebih inovatif daripada sekedar pemberian utang. Harus menggabungkan sektor publik dan sektor swasta, dan menggabungkan modalitas pendanaan dari hibah, pinjaman, dan ekuitas, dengan campuran yang tepat.
”Pencampuran modalitas pendanaan ini akan memberikan kesempatan realokasi resiko dengan lebih tepat, setelah menyeimbangkan profil resiko inisiatifnya dengan profil resiko pendananya," kata dia.
Merespons kritik bahwa pengadaan acara ini tidak sensitif terhadap bencana alam yang baru saja terjadi di Lombok dan Sulawesi Tengah, Agus Sari menyatakan bahwa keduanya membantu dan menangani bencana Lombok dan Sulawesi Tengah serta menjadi tuan rumah pertemuan Bank Dunia – Dana Moneter Internasional bisa dilakukan berbarengan.
"Satu tidak harus meniadakan yang lain. Indonesia memiliki kemampuan cukup untuk melakukan kedua. Bencana yang datang dengan tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka harus ditangani dengan baik. Presiden sudah beberapa kali mendatangi lokasi bencana untuk menjamin bahwa penanganan di lapangan berlangsung dengan baik," paparnya.
Dana yang dikucurkan untuk penanganan bencana Lombok dan Sulawesi Tengahpun jauh lebih besar ketimbang dana untuk pertemuan di Bali. Indonesia telah mempersiapkan pertemuan ini sejak masa kepresidenan SBY. Dan tidak mungkin membatalkannya dengan tiba-tiba. Lagipula, Indonesia tidak berniat menambah utang dengan menjadi tuan rumah pertemuan ini," ujarnya lagi.