YLKI: Cukai rokok Dinaikkan Hingga 57 Persen untuk Atasi Defisit BPJS Kesehatan
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, saat ini secara rata-rata cukai rokok nasional baru mencapai 38% sampai 40%.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Umi Kulsum
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, potensi untuk menaikkan cukai rokok secara regulasi masih terbuka lebar. Karena itu, berdasarkan undang-undang, hasil dari cukai rokok sebetulnya masih bisa digenjot sampai 57%.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, saat ini secara rata-rata cukai rokok nasional baru mencapai 38% sampai 40%.
Dengan demikian, masih terbuka ruang yang sangat lebar bagi pemerintah untuk menaikkan cukai rokok guna menyelamatkan BPJS Kesehatan.
Baca: Petugas Gunakan Anak Ayam untuk Pancing Buaya yang Terlihat di Kali Anak Ciliwung Agar Keluar
"Karena angkanya maksimal yang akan dicapai cuma Rp 1,1 triliun. Jadi suntikan dari pajak rokok tidak berarti apa-apa dibanding defisit total BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 16,5 triliun itu," kata Tulus dalam siaran pers, Selasa (9/10).
Tulus melanjutkan, dengan menaikkan cukai rokok menjadi salah satu solusi menambal defisit apabila pemerintah tidak punya nyali untuk menaikkan iuran mengingat ini tahun politik dan atau tidak punya dana untuk menambah subsidi bagi peserta PBI.
Agar tidak mematikan industri rokok kecil, lanjut Tulus, maka kenaikan 57% cukup dikenakan pada industri rokok besar.
Sebab, selama ini yang menguasai pangsa pasar produk rokok merupakan industri besar itu, baik nasional maupun multinasional.