Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Petikan Wawancara dengan Anggota Komisi VII DPR: 'Isu BBM Jangan Digoreng Jadi Kepentingan Politik'

Jumlah minyak mentah yang diimpor sangat besar, jadi argumentasi untuk menaikkan BBM sangat kuat.

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
zoom-in Petikan Wawancara dengan Anggota Komisi VII DPR: 'Isu BBM Jangan Digoreng Jadi Kepentingan Politik'
KOMPAS/PRIYOMBODO
Aktivitas pengisian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium di salah satu SPBU milik Pertamina. 

Jadi sah menaikkan BBM?

Itu alasan sah untuk menaikkan BBM, akan muncul. Saya dapat memahami BBM bersubsidi terutama solar dan premium, itu konsumsi semua truk di Indonesia pakainya solar, truk sebagian besar dipakai angkut barang dari sentra produsen ke sentra konsumen, dari gudang ke pasar. Kalau solar naik, ongkos angkut barang akan naik seketika, harga eceran di pasar supermarket modern naik, semua barang-barang naik.

Kalau Presiden sangat hati-hati menaikkan BBM sangat dipahami karena concern daya beli masyarakat, ini kebetulan terjadi di tahun politik, orang sah saja menitikberatkan apa namanya kebijakan politik, tetapi saya bicara sisi ekonomi bahwa demikian adanya tentang kekhasan komoditas BBM di Indonesia.

Pertamina tidak akan merugi?

Terjadi subsidi silang namanya, dari satu komoditas lain, Pertamina boleh untung dari pertamax dex, pertamax series, keuntungan itu disubsidi untuk menjual solar atau premium, memang rugi iya jual premium dan solar, tapi Pertamina ini kan alat negara, hitung-hitungannya kantong kiri dan kanan.

Sebagai perusahaan yang bayar dividen ke negara tiap tahun, dari kewajiban dividen itu dipotong. Jadi gak ada masalah dengan Pertamina, Pertamina perusahaan negara bukan swasta.

BBM jadi isu politik?

Berita Rekomendasi

Jangan sampai isu BBM digoreng untuk senjata politik untuk menyerang pemerintah, siapapun presidennya tidak bisa sembrono menaikkan BBM tanpa melihat dampaknya terhadap penurun daya beli dan bertambahnya masyarakat miskin.

Tapi untuk jangka panjang, masyarakat kita harus kita edukasi bahwa sekarang ini kondisi migas kita tidak seperti dulu, di mana produksi minyak kita masih tinggi, kita masih anggota OPEC dan banyak ekspor minyak mentah, sekarang, produksinya rendah, sehingga harus diimpor minyak mentah itu dari luar, demikian juga dulu kilang-kilang minyak cukup untuk menghasilkan BBM yang dibutuhkan rakyat, sekarang separuh BBM harus diimpor.

Premium naik berisiko secara ekonomi dan politik?

Berisiko secara ekonomi karena akan menaikkan inflasi, mengurangi daya beli, menambah jumlah orang miskin, ini bisa memperlesu ekonomi.

Tetapi, dengan tetap subdisi, pengeluaran masyarakat tidak bertambah untuk membeli BBM itu, tapi kalau BBM naik pengeluaran masyarakat akan naik hanya untuk keperluan BBM. sehingga menghilangkan kesempatan untuk memberi barang yang lain, itu menyebabkan roda produski akan menurun. pertumbuhan ekonomi bisa menurun, dampaknya macam-macam.

Secara politik?

Sah-sah saja pemerintah tidak menaikkan harga untuk dukungan politik, itu dampak dari kebijakan tidak kenaikkan harga itu hal yang biasa saja. Tapi, dari sisi rasionalitas ekonomi, kebijakan itu sudah tepat. Tapi, saya berikan catatan, suka tidak suka BBM ini pada akhirnya harus dinaikkan. Tidak bisa terus menerus dijual dengan subdisi, pada saatnya subsidi harus dihilangkan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas