Temuan DPR dan BPK Dalam Kasus Perpanjangan Kontrak HPH di JICT dan TPK Koja Harus Ditindaklanjuti
Laporan audit investigasi BPK tentang indikasi kerugian negara seharusnya menjadi pintu masuk KPK memprosesnya ke ranah hukum
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik dari Indonesian Public Institute (IPI), Jerry Massie meminta pemerintah dan aparat penegak hukum menindaklanjuti hasil temuan Panitia Khusus (Pansus) Panitia Angket DPR-RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal perpanjangan kontrak Hutchison Port Holdings (HPH) di JICT dan TPK Koja, Pelabuhan Tanjung Priok.
Menurutnya, temuan-temuan kedua lembaga tinggi negara itu sama sekali bukan hoax (bohong), namun merupakan evidensi dari proses penyelidikan yang komprehensif.
"(Kasus ini) harus terus digaungkan kembali. Jangan sampai tertutupi isu-isu yang baru," ujarnya dalam keterangan pers, Selasa (13/11/2018).
Seperti diketahui, saat sidang paripurna DPR merekomendasikan kepada pemerintah untuk membatalkan perpanjangan kontrak HPH di JICT dan TPK Koja karena terindikasi melanggar undang-undang No 17/2008 tentang Pelayaran.
Begitu juga dengan BPK yang melakukan audit invesigasi dan menyatakan terdapat kerugian negara sebesar Rp 5,4 Triliun dari kasus perpanjangan kontrak tersebut.
Baca: Penegak Hukum Diminta Selidiki Proses Pemilihan Rektor Harus Serahkan Uang Miliaran Rupiah
Jerry menegaskan laporan audit investigasi BPK tentang indikasi kerugian negara seharusnya menjadi pintu masuk bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memprosesnya ke ranah hukum.
Dia pun meminta semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut diperlakukan secara imparsial (setara di depan hukum).
"Dalam konsep public policy, indikatornya adalah eksekutif, legislatif maupun yudikatif bersama-sama menjalankan kebijakan dengan mengacu pada hukum," katanya.
Ditambahkannya, dalam hal penyelesaian kasus yang sudah disidik Pansus DPR berbulan-bulan serta audit investigasi BPK, semua pihak harus mengedepankan prinsip-prinsip tranparansi.
Menurutnya, publik perlu tahu langkah-langkah yang dilakukan pihak-pihak berwenang dalam menangani kasus tersebut.
Jerry mewanti-wanti agar prinsip transparansi kedepannya sehingga terhindar dari tudingan kleptokrasi antara pemerintah dengan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Public policy dan goverment policy harus berjalan beriringan, jangan ada yang pincang. Apalagi sampai terjadi black conspiracy antara stakeholder dan birokrat (kleptokrasi)," katanya.
Ia menyebut persoalan korupsi di negara ini harus dituntaskan jika Indonesia ingin menjadi negara maju.
Menurutnya, di negara-negara maju, semua pihak patuh dan taat pada hukum tanpa terkecuali.
Terpisah, Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis, Jajang Nurjaman, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menindaklanjuti hasil audit investigasi BPK dalam kasus tersebut.
"Kronologis perpanjangan kontrak tersebut kan sudah jelas. DPR membentuk Pansus untuk menyelidiki dari sisi regulasi, sedangkan BPK mengaudit dari sisi keuangan negara," ungkapnya.
Masyarakat pun sudah mengetahui adanya rekomendasi DPR kepada pemerintah untuk membatalkan perpanjangan kontrak tersebut. Begitu juga dengan DPR yang sudah meneruskan hasil audit investigasi BPK kepada KPK.
"Sinergi antara DPR dan BPK dalam mengungkap kasus perpanjangan kontrak HPH di JICT dan TPK Koja itu sudah bagus, selanjutnya tinggal bagaimana KPK menindaklanjuti," imbuhnya.
Menurutnya, kesigapan KPK untuk mengusut kasus ini juga akan lebih memperkuat sikap pemerintah dalam melakukan pengambilan keputusan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.