Timbunan Sampah di Perairan Selat Bali Bikin Nelayan Menjerit, Makin Sulit Mencari Ikan
Diperkirakan, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 milar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Dadan M. Ramdan
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Saat musim angin barat, adalah masa bagi nelayan di Bali liburan panjang. Tapi bukan waktunya untuk melancong, cari hiburan atau sekadar jalan-jalan mencari angin segar. Nelayan terpaksa liburan melaut karena gelombang tinggi. Badai musim barat menyulitkan nelayan untuk menebar jaring.
“Ikannya ada tapi dalam, jadi sulit ditangkap,” kata Khusairi, nelayan di Pantai Kedonganan, Desa Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, saat berbincang dengan KONTAN, Minggu (2/12/2018) lalu.
Nelayan asal Madura ini menjelaskan, masyarakat lokal membagi lautan menjadi dua musim yaitu musim barat dan timur berdasarkan arah angin yang datang.
Selain badai yang sering terjadi, pada saat musim angin barat seperti saat ini di bulan Desember hingga awal tahun nanti adalah tepi pantai dibanjiri sampah yang terbawa arus laut. “Kena jaring bisa rusak, makanya tak melaut,” keluh Khusairi.
Keberadaan sampah bukan hanya dikeluhkan para nelayan. Wisatawan yang sengaja berwisata ke Bali untuk menimati keindahan pantai-pantai di Pulau Dewata ini, mengaku kurang nyaman dengan pemandangan tumpukan sampah plastik, bongkahan kayu, dan bambu.
Tapi yang dominan memang sampah plastik terutama bekas kemasan, botol-botol minuman seperti terlihat di Pantai Kuta. “Menggangu sih, engak dilihat jadi fotonya kurang bagus,” aku Diana, wisatawan asal Bandung, Jawa Barat. Alhasil, relawan dan petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) berjibaku melakukan aksi bersih-bersih saban pagi ketika musim banjir sampah tiba.
Dia menyangkan, sikap pemerintah seakan tidak berdaya mengatasi limbah sampah yang volumenya terus bertambah sehingga penceramarn lingkungan kian parah.
“Saya sangat prihatin saat nonton televisi ada paus seperma di Kepulauan Wakatobi mati mengenaskan. Dalam perutnya ada sandal jepit, botol plastik, tali raffia dan kantong keresek. Engak kebayang gimana menderitanya ikan paus ini sebelum mati,” tutur mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Kembang.
Baca: Hinca: Perusakan dan Penghilangan Baliho SBY dan Demokrat Masif dan Dilakukan Malam Hingga Dinihari
Dengan peristiwa yang viral di media sosial tak hanya di dalam negeri tapi juga di mancanegera ini, Diana berharap semua pihak terbuka bahwa ancaman kerusakan lingkungan akibat limbah pelastik di lautan ini bukan main-main. Apalagi sampah-ini muncul di tempat wisata sekaliber Bali, yang menjadi andalah industri pariwisata Indonesia.
Saepudin, warga Perum Kori Nuansa, Jimbaran, Bali, menuturkan sampah yang ada di pesisir pantai terutama di Pantai Kuta dan Pantai Seminyak selalu datang musiman. “Sampai saat ini masih belum ada solusinya. Paling tidak pasukan kebersihan di area pantai diperbanyak timnya,” ungkap pengusaha di bidang networking yang sudah tinggal di Bali hampir 16 tahun.
Baca: Lima Anak Buah Menteri Imam Nahrawi Terjaring OTT KPK, Seperti Ini Modusnya
Ogin biasa disapa menambahkan, selama ini penanganan sampah di pantai pada musim kemarau sudah cukup maksimal dari DLHK. Namun saat datang musim hujan, penangan sampah biasanya keteteran. Banyak sampah terbawa ombak dari daerah lain,” imbuhnya.
Banjir sampah plasik tidak hanya di pantai-pantai di Bali. Timbunan sampah di Pantai Muara Angke, Jakarta, bahkan bisa mencapai 50 ton. Sampah plastik, limbah minyak, hingga eceng gondok mencemari perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Akibatnya sejumlah penyu sisik mati. Penyu sisik atau Eretmochelys imbricata adalah jenis penyu terancam punah yang tergolong dalam familia Cheloniidae. Penyu ini satu-satunya spesies dalam genusnya.
Baca: Ini Rahasia Sukses UD Trucks, Meracik Truk Jepang Rasa Eropa untuk Pasar Indonesia