Jokowi Diingatkan Bahayanya Impor Jagung Tanpa Kuota
Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, dibukanya kembali keran impor jagung sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan guna memenuhi kebutuhan
Penulis: Ria anatasia
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di awal tahun ini, pemerintah membuka keran impor jagung untuk pakan ternak, bahkan tanpa kuota hingga pertengahan Maret 2019.
Kebijakan impor jagung tanpa kuota ini diambil akibat protes dari peternak soal kelangkaan jagung untuk pakan.
Komisioner Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, dibukanya kembali keran impor jagung sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Namun, Ombudsman mengingatkan pemerintah agar hati-hati ketika menerapkannya tanpa kuota. Dikhawatirkan impor jagung menjadi tidak terkendali dan meeugikan petani ketika musim panen telah datang.
Baca: Panen Jagung Berlimpah, Warga Pesta Jagung Bakar
"Untuk jagung segera evaluasi terhadap impor ini untuk kebutuhan, dibuka tanpa kuota juga berbahaya jadi identifikasi kebutuhannya berapa. Beberapa waktu lalu putuskan tanpa kuota itu berbahaya," kata dia di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (5/2/2019).
Untuk itu, Ombudsman meminta pemerintah bertindak cepat dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan dalam negeri.
"Maka pemerintah dengan cepat harus menghitung kebutuhan dengan mengantisipasi perkembangan harga di internasional. Kalau tanpa kuota itu kan bisa tiba-tiba, kita lagi ashik pilpres, asyik pemilu tahu-tahu kebanjiran jagung nanti," tuturnya.
Alamsyah memaparkan, selama pemerintahan Jokowi, jumlah impor jagung hanya mencapai 5,7 juta ton, lebih rendah dibandingkan era SBY mencapai 12,9 juta ton.
"Penurunan drastis terjadi pada tahun 2016 karena pemerintah membatasi impor jagung hanya 1,3 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,3 juta ton dengan alasan produksi dalam negeri meningkat dan sebagai upaya melindungi petani," jelas Alamsyah.
Namun, di saat pembatasan impor jagung untuk pakan dilakukan, jumlah impor gandum untuk justru meningkat dari 2,2 juta ton di 2016 menjadi 3,1 juta ton di 2017. Alamsyah mengatakan, ada politik pengalihan impor jagung kepada komiditi lain hingga 2017.
"Sering kali disebut impor jagung telah turun drastis, berhasil swasembada, tetapi yang terjadi adalah beralih impor gandum," ucap Alamsyah.
Untuk mengantisipasi perkembangan jangka pendek dalam tiga bulan ke depan, Ombudsman menyarankan agar dilakukan evaluasi cepat dan memperketat proses verifikasi kebutuhan impor jagung maupun impor gandum untuk keperluan industri pakan sebagai basis penerbitan rekomendasi impor.
Pemerintah, menurut Alamsyah, juga perlu mempersiapkan manajemen stok untuk mengatasi kelangkaan pasokan jagung pakan bagi peternak.