Pakar: Industri Ritel Harus Bangun Ekosistem Berkelanjutan untuk Atasi Tren Disrupsi
Yongky menekankan perlunya Indonesia membangun daya saing dan daya pikat terhadap persaingan dengan ritel regional dan global.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yongky Susilo seorang consumer behavior expert menegaskan, industri ritel memiliki peran sangat strategis bagi perekonomian Indonesia.
Karena itu, Yongky menekankan pentingnya membangun ekosistem ritel yang berkelanjutan, terutama untuk menghadapi perubahan lansekap industri akibat disruption teknologi digital.
“Kita perlu membangun daya saing dan daya pikat terhadap persaingan dengan ritel regional dan global sehingga pada 2050 nanti kita bisa menjadi negara dengan perekonomian kelima terbesar dan pemain ritel yang berkontribusi signifikan,” katanya.
Yongky yang juga board expert di Aprindo dan Hippindo ini juga menekankan pentingnya regulator membuat rambu-rambu untuk menciptakan ekosistem ritel yang sehat dan adil bagi seluruh pemangku kepentingan (konsumen, pedagang, dan produsen).
“Sehingga setiap format ritel, yaitu hipermarket, supermarket, minimarket, toko kelontong, warung, rombong rokok, dan tidak terkecuali ritel online, dapat berevolusi dan survive pada era disruption ini,” katanya saat tampil sebagai pembicara kunci di acara talkshow bertema “Industri Ritel Indonesia di Era Disrupsi,” yang diselenggarakan majalah Majalah MIX MarComm, media untuk para professional dan marketing & communication enthusiast dari SWA Media Group.
Baca: Kena OTT KPK, Bowo Siapkan Serangan Fajar dengan 400 Ribu Amplop Senilai Rp 8 Miliar
Talkshow ini untuk merayakan ultah ke-15 MIC Marcomm dengan menghadirkan pula pakar dan praktisi dari ritel konvensional dan peritel online yang diwakili JD.ID.
Sebagai tamu undangan, talkshow ini juga menghadirkan para pemangku kepentingannya, yaitu 50 jurnalis desk ekonomi bisnis di Indonesia dan 50 praktisi marketing communication (marcomm) dan corporate communication (corcomm) Indonesia.
Yongky menjelaskan, model bisnis para peritel sangat menentukan daya adaptasi mereka untuk berevolusi menghadapi disruption.
“Model bisnis ritel adalah menjual untuk mencari untung. Dan untuk mencari untung diperlukan kreativitas untuk menawarkan kemudahan dan pemenuhan bagi emosi dan loyalitas konsumen,” sebut Yongky.
“Perang harga hanya akan membawa sengsara,” tegasnya menanggapi fenomena perang harga yang marak digunakan peritel saat ini.
Pada talkshow ini Yongky Susilo membahas perkembangan industri ritel secara makro yang kontribusinya sangat penting kepada perekonomian Indonesia, yaitu sebagai pendukung utama konsumsi masyarakat (variabel C dalam formula GDP Indonesia).
Menurut Yongky, 56 persen pertumbuhan perekonomian Indonesia disumbang oleh konsumsi penduduk Indonesia.
Jadi, katanya, total pasar ritel yang bertumbuh pesat, memberikan dampak positif pada stabilitas harga, nilai tambah, dan keuntungan bagi semua stakeholder (konsumen, pedagang, dan produsen).
Talkshow yang dimoderatori Eny Wibowo, jurnalis dari portal HidupGaya.com ini juga menghadirkan pembicara Teddy Arifianto, seorang profesional yang kini berkecimpung di industri ritel online.
Teddy mengakui dalam 1-2 tahun terakhir ini terjadi pergeseran perilaku konsumen di mana e-commerce (ritel online) menjadi katalisatornya.
“Di JD, kami menyebutnya sebagai 'boundry-less' retail yang berarti konsumen menginginkan pengalaman yang seem-less atau tidak membedakan antara online dan offline, karena persinggungan antar platform ini pada hakikatnya adalah dilakukan untuk meningkatkan pengalaman si konsumen itu sendiri saat berbelanja,” kata Teddy.
Teddy menekankan peran inovasi teknologi yang berorientasi pada konsumen (consumer-driven technology) menjadi salah satu kunci penting untuk menghadapi perkembangan industri ritel masa depan.
Di perayaan ultahnya yang ke-55 tahun ini,majalah MIX MarComm mendorong para pemangku kepentingan saling bergandengan tangan (berkolaborasi) menghadapi perubahan zaman.
Semangat ini ditularkan kepada para professional di industri ritel Indonesia demi menghadapi perubahan lanskap bisnis pada era disruption (disrupted innovation) akibat perkembangan teknologi digital yang saat ini terjadi.