Pemerintah Didesak Segera Susun Undang-undang Transportasi Online
Meskipun belum masuk dalam UU, sudah ada preseden dari Permenhub No.118 tahun 2018 yang mengatur angkutan online roda-empat.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta pemerintah untuk segera menyusun undang-undang (UU) sebagai dasar hukum untuk menata transportasi online.
Undang-undang ini diperlukan sebagai dasar hukum sekaligus menjaga persaingan usaha yang sehat.
Sekretaris Jenderal MTI, Harya S. Dillon mengatakan, saat ini, meskipun belum masuk dalam UU, sudah ada preseden dari Permenhub No.118 tahun 2018 yang mengatur angkutan online roda-empat.
"Peraturan ini kami nilai cukup baik karena telah mencakup standar pelayanan, kewenangan penetapan tarif, pedoman pemberian promosi, dan sanksi administrasi yang tegas. Langkah tersebut sudah tepat dalam menjaga agar kompetisi sehat sehingga bernilai tambah bagi konsumen dan pengemudi,” katanya di Jakarta, Jumat (21/6).
Meski begitu, lanjut Koko, pemerintah harus tetap memprioritaskan moda raya seperti MRT, LRT, dan Busway sebagai tulang punggung transportasi perkotaan.
"Studi menunjukkan bahwa angkutan online roda-dua difungsikan sebagai feeder moda raya seperti TransJakarta dan MRT namun demikian belum dapat diintegrasikan secara sistematis karena belum ada aturannya," ujarnya.
Dia menjelaskan, penataan angkutan dalam jaringan (online) dalam hubungannya dengan integrasi moda transportasi publik harus dilakukan melalui regulasi. Memang masih banyak kekurangan dalam angkutan roda-dua, namun menutup mata tidak akan menyelesaikan masalah.
"Kita sering lupa bahwa sebelumnya ada aplikasi, angkutan roda-dua sudah beroperasi di luar regulasi. Teknologi telah membuka peluang untuk meregulasi secara efektif," kata Koko.
"Sangatlah tepat apabila aplikasi online digunakan sebagai pintu masuk regulasi dan pengawasan. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan Undang-undang nantinya," imbuh dia.
Dalam kesempatan serupa, Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB) Prawira F. Belgiawan (Fajar), memaparkan hasil penelitiannya mengenai transportasi online.
Baca: ICPA Dukung Rencana Kemenhub Atur Promo Ojek Online untuk Cegah Praktik Predatory Pricing
"Penelitian kami yang dipublikasikan di jurnal transportasi, berdasarkan hasil survei konsumen aplikasi ojek online di Jakarta, menemukan memang terjadi persaingan antara ojek online dan ojek pangkalan," papar dia.
"Tetapi, kami juga menemukan bahwa terdapat efek positif dan signifikan dari penggunaan angkutan umum (dalam hal ini BRT TransJakarta dan commuter rail). Peningkatan angkutan umum menyiratkan peningkatan penggunaan ojek online," tambahnya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pihaknya menyarankan agar pemerintah mengatur baik ojek online maupun ojek pangkalan dan mempertimbangkan kedua moda tersebut sebagai bentuk angkutan umum dengan persyaratan khusus.
"Juga sebaiknya memusatkan perhatian pada peningkatan pemeliharaan angkutan umum, karena kami menemukan bahwa transportasi online dapat mendukung keberadaan angkutan umum," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah sebaiknya mengintegrasikan layanan transportasi umum dan layanan ojek online, misalnya, dengan mengintegrasikan sistem tiket dan kemudian memberikan diskon tiket terintegrasi, serta menyediakan aplikasi layanan terintegrasi.