Produk Investasi Fintech Peer to Peer Cocok untuk Milenial Bergaji di Bawah Rp 8 Juta
Milenial ternyata memiliki ketertarikan besar pada investasi di Fintech Peer to Peer (P2P) Lending.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Milenial ternyata memiliki ketertarikan besar pada investasi di Fintech Peer to Peer (P2P) Lending.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 30 April 2019, berdasarkan karakter pengguna fintech lending, mayoritas pemberi pinjaman atau lender yakni dari kalangan milenial di rentang usia 19-34 tahun dengan porsi 69,53 persen.
Selebihnya merupakan lender dari kalangan usia 35-54 tahun sebesar 27 persen dan golongan usia lainnya.
Hal ini disebabkan investasinya cukup terjangkau, dimulai dari Rp 100.000. Keuntungan yang diperoleh lender juga biasanya melampaui bunga deposito bank pertahun.
Kepala Bidang Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede mengatakan, lender cocok diisi oleh para milenial yang ingin memulai berinvestasi.
"Fintech Lending dapat diakses hanya dengan gadget yang terhubung dengan internet, pilihlah penyelenggara fintech lending yang legal atau terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ujar Tumbur dalam keterangan tertulis, Rabu (26/6/2019).
Perencana Keuangan dari Finansiaconsulting.com, Eko Endarto mengatakan, produk investasi di P2P Lending bisa menjadi alternatif investasi bagi para kaum milenial dengan pendapatan bulanannya Rp 8 juta ke bawah.
Menurut dia, milenial harus memahami potensi keuangannya sendiri, potensi keuntungan atau benefit dari berinvestasi di produk tersebut.
Selain itu, milenial juga perlu memahami risiko-risikonya. "Asalkan, mereka para milenial sudah mengerti benar jenis produk investasinya dan risiko yang menyertainya, dan harus uang yang tidak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sebab bisa jadi likuiditasnya tidak tinggi," kata Eko.
Selain itu, milenial juga harus memperhatikan legalitas, yang mana harus terdaftar di OJK. Milenial juga hendaknya memerhatikan risiko sebagai lender.
"Memang, investasinya murah, mudah dan bisa membeli dengan imbal hasil yang tinggi, tetapi juga memiliki risiko yang tinggi. Ketiga, milenial harus memperhatikan kebutuhan untuk investasi," kata Eko.
Baca: OJK Tingkatkan Perlindungan Nasabah Fintech Lending
Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan OJK, Hendrikus Passagi mengatakan, Indonesia merupakan target pasar menggiurkan dari kegiatan Fintech P2P Lending. Dalam empat tahun terakhir industri Fintech P2P Lending telah tumbuh berdasarkan total pinjaman dan penggunanya.
"OJK akan terus meningkatkan kualitas Fintech P2P Lending lewat mekanisme check dan monitoring. Salah satunya dengan mematok tingkat kredit bermasalah atau Non Performance Loan (NPL) dikisaran 1 persen,” ujar Hendrikus
Hingga Mei 2019, terdapat 113 fintech P2P lending yang terdaftar di OJK. Tercatat total pinjaman dari Fintech P2P lending sebesar Rp 37 triliun dari 25,69 juta akun peminjam atau borrower yang bertransaksi dan 456.352 entitas lender.
Lender mayoritas dari entitas dalam negeri yakni sebanyak 453.583 entitas, sisanya dari luar negeri 2.769 entitas. Mayoritas lender adalah perorangan yang terakumulasi, hanya 0,18 persen berupa badan usaha.