Menyikapi Perang Mata Uang AS Vs Tiongkok, Ini Rekomendasi Bahana TCW Untuk Investor
Perang dagang kini telah berubah menjadi perang mata uang setelah nilai tukar yuan China dilansir dilemahkan secara drastis.
Penulis: Hendra Gunawan
Sebagai akibatnya investor melirik saham sektor perbankan kendati valuasi sudah mahal. Sebab sektor ini diyakini mendapat manfaat pelebaran margin keuntungan dengan penurunan bunga deposito sementara bunga kredit relatif tetap.
Budi juga mengatakan agar investor sebaiknya berhati-hati dengan saham berbasis komoditas dan energi seperti tambang dan CPO serta energi yang menyebabkan polusi lingkungan. Pelemahan yuan kurang sejalan dengan penguatan ekonomi domestik.
Pemerintah China sendiri diyakini akan memilih energi yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan booming shale-gas di Amerika Serikat. Pilihan ini membawa konsekuensi menurunkan permintaan impor batu-bara dari Indonesia.
Perang dagang antara China dan AS dalam jangka panjang akan mempengaruhi profil arus perdagangan dan investasi internasional. Selama tahun terjalan hingga bulan Mei 2019, data pemerintah Amerika Serikat menunjukkan Vietnam, Korea Selatan dan Taiwan sebagai pemenang.
Trade surplus Vietnam ke AS mencapai US$ 21,6 miliar atau naik 42,6% dibandingkan kumulatif Mei 2018. Pada periode yang sama, trade surplus China turun 10%, dengan posisi US$ 137 miliar. Sementara, trade surplus Indonesia turun 12,2% menjadi US$ 5,1 miliar.
“Indonesia memiliki banyak tantangan dalam upaya mengendalikan defisit neraca berjalan dan bersaing dengan negara tetangga, seperti Vietnam. S
elain faktor infrastruktur, kepastian hukum dan insentif pajak, banyak keluhan investor asing terkait dengan kualitas dan produktivitas tenaga kerja Indonesia yang harus segera dibenahi. Investor nampaknya menanti susunan kabinet pemerintah yang baru yang diharapkan lebih efektif meningkatkan investasi asing masuk ke Indonesia,” tutur Budi