Wamenkeu: Kenaikan Iuran BPJS Jadi Pilihan Terakhir Atasi Defisit
penyesuaian iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan pilihan terakhir
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyatakan, penyesuaian iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan pilihan terakhir dalam mengatasi masalah defisit.
"Penyesuaian iuran ini adalah the last option yang disepakati dengan menteri keuangan, menteri kesehatan, dan menko PMK," ujar Mardiasmo saat menghadiri diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB), di kantor Kominfo, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Mardiasmo melanjutkan, sebelumnya pemerintah telah melakukan sejumlah langkah untuk mengantisipasi defisit BPJS tersebut.
Pertama melakukan perbaikan sistem dan manajemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kedua, penguatan kerja sama dengan peran daerah.
"Baru dari dua review itu, selisihnya kita hitung, berapa penyesuaian tarifnya," kata dia.
Sejauh ini ia menilai, penyebab utama terjadinya defisit BPJS Kesehatan adalah banyaknya peserta yang masuk dari kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU) atau yang biasa disebut sebagai kelompok mandiri.
Kebanyakan dari kelompok PBPU merupakan peserta yang mendaftar jika sakit dan kemudian lalai dalam melakukan pembayaran iuran, setelah mendapat pelayanan.
"Sebenarnya yang membuat bleeding itu PBPU 23 juta orang, yang lain itu tidak membuat bleeding. Nah inilah sumber BPJS defisit. Karena dia mendaftar pada saat sakit, setelah mendapat layanan kesehatan dia berhenti," jelas dia.
Selain itu, rendahnya tingkat keaktifan peserta dalam membayar iuran dan iuran yang masih underpriced atau di bawah hitungan yang sesungguhnya, juga menjadi menyebab defisit BPJS belum dapat teratasi.
Besaran penyesuian iuran BPJS yang diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial (DJSN) adalah Rp 42 ribu untuk kelas III, Rp 75 ribu untuk kelas II, dan Rp 120 ribu untuk kelas I.
Penyebab Defisit
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fahmi Idris menegaskan penyebab defisit makin bengkak, karena jumlah peserta terus meningkat hingga mencapai 222 juta jiwa.
Fahmi Idris mengatakan, jumlah peserta tersebut jadi yang terbanyak di dunia untuk kategori jaminan kesehatan.