Harga Batu Bara Diprediksi Meroket 2020 Usai Damainya AS dan China
Bukit Asam Tbk (PTBA) memperkirakan, harga batu bara akan meroket pada 2020 didorong sentimen damai perang dagang
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) memperkirakan, harga batu bara akan meroket pada 2020 didorong sentimen damai perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Saat ini, kedua negara sudah menyepakati setengah poin perdamaian dagang dan diperkirakan rampung pada November tahun ini, sehingga tahun depan industri dunia bisa kembali pulih.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, pulihnya industri di China dan AS akan mengerek harga batu bara karena naiknya permintaan.
Disisi lain, saat ini suplai mulai berkurang akibat beberapa tambang skala menengah kecil mulai tumbang, sehingga berpotensi mengerek harga batu bara.
"Suplai akan berkurang dan harga akan naik lagi, itu biasa sebagai siklus. Kita harap pemulihan setelah penghentian perang dagang AS dan China," ujarnya di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Baca: Antisipasi Perang Dagang, Menperin Janji Pangkas 18 Regulasi Penghambat Ekspor-Impor
Sementara, ia mengungkapkan, harga jual rata-rata batu bara per September 2019 turun sebesar 7,8 persen menjadi Rp 775.675 per ton dari Rp 841.655 per ton pada periode sama tahun sebelumnya.
Penurunan tersebut disebabkan oleh pelemahan harga batu bara indeks Newcastle menjadi 81,3 dolar AS per ton dari 108,3 dolar AS per ton.
Demikian juga indeks harga batu bara thermal Indonesia yang melemah menjadi rata-rata 50,8 dolar AS per ton hingga September 2019 dari 64,5 dolar AS per ton pada periode yang sama tahun lalu.
"Penurunan harga ini diluar kontrol. Semua industri di dunia tergantung perang dagang AS dan China," kata Arviyan.
Kendati demikian, PTBA mencatatkan kenaikan penjualan 10,7 persen menjadi 20,6 juta ton di tengah lesunya harga batu bara hingga September 2019.
Melesatnya penjualan ini ditopang oleh kenaikan produksi batu bara 9,6 persen menjadi 21,6 juta ton, serta kapasitas angkutan batu bara yang naik 4,7 persen menjadi 17,8 juta ton.
Arviyan menambahkan, perseroan masih membukukan laba bersih sebesar Rp 3,1 triliun dengan EBlTDA Rp 5 triliun ditopang strategi dan upaya efisiensi yang dilakukan.
"Kita masih bisa bertahan dengan baik dibanding yang lain. Kita terus lakukan efisiensi agar tetap dalam kondisi baik hingga akhir 2019," pungkasnya.