Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

APVI Dorong Kemenkes Lakukan Kajian Ilmiah Rokok Elektrik

Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia Aryo Andrianto mendorong pemerintah melakukan kajian ilmiah tentang rokok elektrik.

Penulis: Fajar Anjungroso
zoom-in APVI Dorong Kemenkes Lakukan Kajian Ilmiah Rokok Elektrik
KOMPAS IMAGES
Akibat dari penggunaan vape, para pengguna vape bisa secara tiba-tiba terkena asma, sesak nafas, dan batuk. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia Aryo Andrianto mendorong pemerintah melakukan kajian ilmiah tentang rokok elektrik.

Kajian itu diperlukan sebagai dasar dalam penentuan kebijakan atas produk tembakau alternatif (PTA) itu karena di sejumlah negara terbukti mampu menjadi solusi menurunkan angka prevalensi perokok aktif.

”Kami sudah kirimkan surat ke Kemenkes untuk membahas masalah ini,” katanya dalam perbincangan.

Kajian ilmiah ini, sambung dia, diperlukan lantaran munculnya wacana melarang rokok elektrik di Indonesia.

Terlebih rokok elektrik sudah menjadi bagian dari industri yang berkontribusi terhadap negara.

Tahun lalu saja, setoran cukai dari rokok elektrik mencapai sekitar Rp500 miliar. ”Ditargetkan tahun ini Rp2 triliun. Mudah-mudahan tercapai,” urai Aryo.

Atas dasar itu pula maka Aryo meminta rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012 dibatalkan. Sebab ada rencana pelarangan rokok elektrik melalui revisi peraturan tersebut.

Berita Rekomendasi

”Tolong revisi PP dibatalkan karena ini industri baru. Selain itu dikenakan cukai maksimal, tertinggi 57 persen sekarang ditambah aturan lebih berat lagi sampai ada kemungkinan dilarang,” papar dia.

Belum lagi potensi investasi yang terbilang cukup tinggi dari industri rokok elektrik di masa mendatang. Aryo melihat, beragam berita negatif yang muncul di Indonesia terkait produk itu bisa menghambat investasi masuk.

Baca: Kemenkes Masih Rumuskan Aturan untuk Tingkatkan Pelayanan Pengguna BPJS Kesehatan

 ”Kami juga meminta bantuan kepada kementerian terkait yang urus investasi. Kami coba ke BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan ke Pak Luhut (Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi). Peluang investasi yang besar di industri masa depan,” ungkapnya.

 APVI, sambung Aryo, juga sudah mencoba ke beberapa instansi lain seperti LIPI dan sejumlah universitas agar mau melakukan kajian ilmiah tentang rokok elektrik. ”Agak sulit tapi kami terus berjuang,” tekadnya.

Di luar negeri, sejumlah negara sudah mengumumkan hasil kajian tentang rokok elektrik. Sebut saja Inggris melalui penelitian panjang yang dilakukan Action on Smoking and Health (ASH).

Dengan risiko yang lebih kecil, rokok elektrik mengurangi jumlah perokok aktif di Negara itu.

ASH sebagai badan amal kesehatan yang bekerja untuk menghilangkan bahaya disebabkan penggunaan tembakau dengan sumber dana dari Cancer Research UK dan British Heart Foundation itu mengungkapkan, sekitar 3,6 juta orang di Inggris merupakan pengguna rokok elektrik (vape) dengan status mantan perokok pada 2019.

Temuan yang dirilis pada akhir September 2019 itu mencatat, berdasarkan data kantor pusat statistik nasional, terdapat sekitar 7,2 juta perokok di Inggris pada tahun 2018.

Sementara dari total pengguna vape, sebanyak 54,1 persen di antaranya adalah mantan perokok.

Begitu juga di Selandia Baru (New Zealand). Studi baru para peneliti dari Lancet Respiratory Medicine mengumumkan bahwa rokok elektrik dapat membantu orang berhenti merokok lebih cepat. Dipublikasikan pada 10 September 2019.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas