Sriwijaya Air Evaluasi Jumlah Utang ke Garuda
Jefferson memprediksi nilai yang harus dibayarkan ke maskapai berpelat merah itu lebih kecil dari yang ditagihkan.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sriwijaya Air group tengah mengkaji ulang jumlah utang yang perlu dibayarkan ke Garuda Indonesia group usai pemutusan kerja sama manajemen (KSM) antara kedua belah pihak.
Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Jauwena mengatakan, pihaknya telah menunjuk auditor independen untuk mengkaji besaran tagihan yang ditunjukkan ke Sriwijaya Air.
"Itu yang tadi sedang diaduit. Jadi dilihat penagihan selama manajemen itu seberapa besar tagihan dan berapa besar yang sudah dibayar. Apakah valid penagihan itu," kata Jefferson di Sriwijaya Air Tower, Tangerang, Senin (20/1/2020).
Mengutip laporan keuangan konsolidasi Garuda Indonesia per Juni 2019 lalu, total piutang grup ini ke Sriwijaya Air adalah sebesar Rp 1,66 triliun. Sementara total utang Sriwijaya Air Group ke anak usaha Garuda, PT GMF Aero Asia mencapai Rp 810 miliar.
Baca: Kisruh dengan Garuda, Sriwijaya Air Kehilangan Pangsa Pasar 3 Persen
Baca: Cerai dengan Garuda, Sriwijaya Air Beralih ke Bengkel Pesawat Lain
Baca: Akhir Januari, Sriwijaya Air Terbangkan Lagi Tiga Pesawatnya
Jefferson memprediksi nilai yang harus dibayarkan ke maskapai berpelat merah itu lebih kecil dari yang ditagihkan.
"Itu angka menurut catatan mereka. Nanti akan coba bicarakan. Menurut kami tidak sebegitu besar, makanya kami tunjuk auditor independen. Hasilnya target 1-2 bulan sudah ada," ucapnya.
Selain ke Garuda Indonesia group, maskapai milik Chandra Lie ini juga memiliki utang ke BUMN lain, seperti BNI, Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.
Meski begitu, Jefferson mengklaim pembayaran utang ke tiga perusahaan itu masih berjalan dan tak bermasalah.
"BNI itu current. Enggak masalah. Angkasa Pura kami juga current dengan mereka. Yang harus direstrukturisasi adalah Pertamina dan GMF. Tapi besaran ke Garuda Indonesia grup itu diaduit. Semua kami lakukan," jelasnya.