KSPI Khawatir Upah Per Jam di RUU Omnibus Law Jadi Akal-akalan Pengusaha
Isu besar di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini ada di klaster pertama yaitu Penyederhaan Perizinan Berusaha.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) khawatir mekanisme sistem upah per jam diakali pengusaha nakal untuk membuat kebijakan tertentu.
Ketua KSPI Said Iqbal menduga upah per jam masuk ke dalam Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.
Dengan sistem upah per jam tersebut, kata Said, dikhawatirkan justru membuat pengusaha semena-mena terhadap pekerja, terutama soal keterlambatan upah.
"Khawatirnya juga pengusaha yang tidak bayar upah minimum enggak ada hukuman. Orang terlambat bayar upah tidak ada yang dilakukan," katanya dalam diskusi bertajuk 'Omnibus Law Bikin Galau?' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (26/1/2020).
Baca: Bambang Haryo Sebut Menteri Jokowi Tidak Kompak, Omnibus Law Sulit Diterapkan
Said juga khawatir sistem upah per jam menghapus sistem upah minimum jika aturan tersebut benar-benar masuk ke dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Baca: DPR Janji Ajak Serikat Pekerja Bahas Omnibus Law
"Kami berpendapat, setelah dikaji ini akan menghapus sistem upah minimum yang berlaku selama ini untuk para buruh yang bekerja satu tahun ke bawah," ujarnya.
Said menilai RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja hanya berorientasi kepada pelaku dunia usaha tanpa menyentuh pekerja.
Padahal, menurutnya, setiap pembentukan undang-undang usaha maupun investasi tidak terlepas dari regulasi tenaga kerja.
"Lazim kalau punya undang-undang investasi pasti diiringi produk undang-undang perlindungan tenaga kerja. Selalu begitu seluruh dunia," katanya.
Saat ini, sebanyak empat RUU Omnibus Law telah masuk Prolegnas 2020. Empat RUU omnibus law yaitu, RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), RUU Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara, dan RUU Keamanan Laut.
Khusus RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sampai saat ini masih menjadi pro kontra oleh sejumlah pihak. Kelompok buruh misalnya, aturan itu dinilai lebih menguntungkan korporasi.
Di sisi lain, kelompok pengusaha menilai aturan itu bisa berdampak positif bagi perekonomian karena memperluas lapangan kerja.
Isu besar di Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini ada di klaster pertama yaitu Penyederhaan Perizinan Berusaha.
Klaster ini terbagi atas 18 sub klaster, yakni Lokasi, Lingkungan, Bangunan Gedung, Sektor Pertanian, Sektor Kehutanan, Sektor Kelautan Perikanan, Sektor ESDM, Sektor Ketenaganukliran, Sektor Perindustrian, Sektor Perdagangan, Sektor Kesehatan Obat dan Makanan, Sektor Pariwisata, Sektor Pendidikan, Sektor Keagamaan, Sektor Perhubungan, Sektor PUPR, Sektor Pos dan Telekomunikasi, Sektor Pertahanan dan Keamanan.
Foto: Ketua KSPI Said Iqbal saat dijumpai awak media dalam diskusi bertajuk 'Omnibus Law Bikin Galau?' di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (26/1/2020)