Kerjasama Dengan KKP, Jasindo Luncurkan Asuransi Udang dan Ikan
Potensi tambak udang di Indonesia tergolong tinggi, mencapai 242.000 hektare, dimana 60 % merupakan lahan dengan pengelolaan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Potensi tambak udang di Indonesia tergolong tinggi, mencapai 242.000 hektare, dimana 60 % merupakan lahan dengan pengelolaan secara tradisional dan 40% pengelolaan secara intensif.
Melihat besarnya risiko terjadi kegagalan dalam berbudidaya udang, PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Asuransi Jasindo bersinergi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) serta industri asuransi kerugian umum, membentuk Konsorsium AUBU dan menerbitkan Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU).
Menurut Direktur Pengembangan Bisnis Asuransi Jasindo, Sahata L. Tobing, dengan adanya AUBU, petambak udang tidak perlu lagi takut mengalami gagal panen.
Baca: Kementerian KKP Libatkan Polisi Amankan Sektor Kelautan dan Perikanan
Baca: Komite II DPD RI Dukung KKP Majukan Potensi Kelautan dan Perikanan di Indonesia
“Pasalnya, lini usaha yang mereka jalani akan terlindungi ketika terjadi risiko kematian udang yang menyebabkan kegagalan panen. Manfaat utama lainnya adalah petambak bisa mendapat kepastian jaminan modal biaya produksi untuk budidaya selanjutnya,” katanya, Senin(10/2/2020).
Asuransi udang ini juga menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
“Asuransi Jasindo ditunjuk sebagai Ketua Konsorsium mengingat pengalamannya dalam menjalankan asuransi program pemerintah,” lanjutnya.
Selain asuransi budidaya udang, KKP bersama asuransi Jasindo sebagai leader konsorsium asuransi APPIK juga meluncurkan asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan kecil atau disingkat APPIK, dan masih merupakan program pemerintah dengan premi 100 % ditanggung pemerintah.
Rate premi untuk AUBU ditetapkan 3 persen per siklus (4-5 bulan), sedangkan untuk APPIK rate premi ditetapkan bervariasi sesuai dengan komoditi ikan yang diasuransikan.
Biaya administrasi dikenakan hanya untuk polis dan bea meterai.
Sahata menambahkan, petambak udang akan mendapatkan perlindungan sesuai dengan biaya ongkos produksi atau modal yang diajukan menjadi nilai pertanggungan.
Sedangkan untuk APPIK nilai pertanggungan telah ditetapkan perkomoditas yakni, ikan patin Rp. 3.000.000, nila payau Rp. 5.000.000, nila tawar Rp. 4.500.000, bandeng Rp. 3.000.000, polikultur Rp. 7.500.000, udang Rp. 7.500.000, dan lele Rp. 4.500.000.
AUBU ditujukan untuk petambak semi intensif sampai dengan super intensif baik vaname maupun windu.
“Untuk petambak dengan teknologi sederhana bila ingin mengikuti asuransi AUBU maka pendaftaran harus dikoordinir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah setempat,” ujarnya.
Alur pendaftaran dengan cara menyerahkan dokumen, mengisi formulir, survei mitigasi risiko, membayar premi asuransi, dan menerima polis asuransi.
Dokumen pendukung yang diperlukan untuk mendaftar berupa formulir pendaftaran, fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).
Sementara untuk klaim, pelaporan dan proses bisa diajukan dalam waktu 3x24 jam setelah musibah terjadi.
Tertanggung wajib melaporkan kepada penanggung melalui sarana komunikasi tercepat, disertai foto-foto kerusakan.
Hasil survei klaim akan dituangkan dalam bentuk berita acara survei klaim yang ditandatangani tertanggung, petugas pendamping yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, serta petugas klaim asuransi.
Dengan asuransi usaha budidaya udang, budidaya aman, premi ringan, dan usaha lancar.(Willy Widianto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.