Ada Bonus 5 Kali Gaji untuk Karyawan, Pakar Ekonomi: Bisa Jadi Tantangan Luar Biasa Bagi Pekerja
Pakar Ekonomi dari UNS mengatakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang mengatur pemberian bonus bagi karyawan dapat jadi tantangan mereka.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Retno Tanding Suryandari mengatakan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur tentang pemberian bonus justru dapat menjadi tantangan bagi para pekerja.
Pasalnya, menurut Retno, ada kemungkinan bahwa aturan ini dibuat untuk meningkatkan produktivitas pekerja di Indonesia.
Bonus yang rencananya mencapai lima kali gaji itu, menurut Retno, dapat menjadi tantangan pekerja apabila pemerintah menerapkan aturan ini untuk meningkatkan produktivitas.
"Jika kita bicara produktivitas, kalau sekarang pekerja Indonesia itu produktivitasnya rendah kemudian muncul UU ini yang mengharuskanmereka menjadi produktif itu artinya tantangan yang luar biasa juga bagi pekerja Indonesia," kata Retno saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (13/2/2020) malam.
Baca: Presiden Jokowi Apresiasi Dukungan Partai Buruh dalam Peningkatan Hubungan Indonesia-Australia
Retno menambahkan, jika tujuannya untuk meningkatkan produktivitas, berlakunya aturan ini dapat memacu pekerja untuk bekerja lebih cermat dan produktif.
"Kemungkinan aturan ini nantinya bisa membuat mereka lebih cermat dan produktif lagi untuk memperoleh hak yang sebelumnya mungkin udah mereka peroleh tapi dengan adanya Omnibus Law ini mereka harus bekerja lebih giat lagi untuk medapatkan hak mereka," terangnya.
Namun, Retno menilai pemberian bonus sebesar lima kali gaji untuk karyawan yang telah bekerja selama 12 tahun terbilang tidak terlalu besar.
"Kalau karyawan bisa bertahan selama 12 tahun itu artinya memang dia memiliki kemampuan untuk bisa bertahan di pekerjaan yang sesuai keahlian yang dia miliki," terangnya.
Sementara itu, Retno menuturkan saat ini masih terdapat aturan-aturan ketenagakerjaan yang masih tumpang tindih.
Baca: Pemerintah akan Wajibkan Pengusaha Beri Bonus 5 Kali Gaji untuk Pekerja, Apindo: Ini Agak Bahaya
"Kalau terkait dengan maksud rancangan Omnibus Law kan salah satu karena memang ada aturan yang tumpang tindih dari penciptaan pekerjaan, aturan perpajakan, masalah PHK, bonus, pesangon," tutur Retno.
"Saya kira Omnibus Law ini pemerintah mengharapkan bisa meningkatkan daya saing terkait pekerja di Indonesia sendiri," sambungnya.
Pasalnya, Retno menambahkan, produktivitas tenaga Indonesia saat ini dinilai incompetitive atau tidak kompeten jika dibandingkan dengan tenaga kerja negara lain.
Oleh karena itu, menurut Retno, pemberian bonus dan beberapa hal lainnya untuk pekerja menjadi harapan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas.
Kendati demikian, Retno mengatakan Rancangan Undang-Undang tersebut tentu akan menemui pro dan kontra di masyarakat.
Menurutnya, kontra mungkin terjadi di kalangan pengusaha.
"Kontra itu sendiri bisa datang dari pengusaha karena mereka akan mengalami keharusan mengeluarkan bonus (sesuai aturan), mengeluarkan beberapa elemen-elemen pengganti," kata Retno.
Bonus 5 Kali Gaji untuk Pekerja
Sebelumnya, dilansir Kompas.com, Omnibus law rancangan Undang-undang Cipta Kerja pemerintah mengatur agar pengusaha wajib memberikan bonus bagi pekerja yang setidaknya sudah bekerja selama 1 tahun sebesar 5 kali upah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, aturan ini hanya berlaku untuk perusahaan-perusahaan dengan ukuran bisnis besar.
“Sweetener itu berlaku untuk semua pekerja yang resmi, dan itu perusahaan bukan perusahaan kecil. Perusahaan besar,” kata Airlangga di Komplek DPR RI, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Airlangga mengatakan, dengan diterapkan bonus tersebut, pemerintah tidak akan menghilangkan aturan pesangon bagi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Menurutnya, aturan yang mengatur pembayaran pesangon oleh perusahaan dalam UU Ketenagakerjaan masih berlaku.
"Lima kali itu sweetener."
"Dengan ditandatanganinya perjanjian Undang-undang (UU), nanti tenaga kerja dapat sweetener."
"Kalau pesangon tetap dengan regulasi yang berlaku, jadi ini beda, on top,” kata Airlangga.
Lebih lanjut, Airlangga menerangkan bahwa secara umum, omnibus law Cipta Kerja mengatur agar pekerja mendapatkan hak atas gaji yang layak.
Terlebih di tengah iklim perekonomian global yang sedang bergejolak ini.
“Hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk mendapatkan gaji itu diatur dengan Omnibus Law, apalagi dunia sekarang sedang mendapatkan banyak gejolak,” tuturnya.
Tanggapan Apindo
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi mengaku tak sepakat dengan draft rancangan undang-undang tersebut.
"Saya kira tidak," kata Frans saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (13/2/2020) sore.
"Jangan atur macam begitu karena ini masalah bonus, bukan pesangon," sambungnya.
Baca: Serahkan Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR, Airlangga: Singkatannya Ciptaker, Jangan Diplesetin
Frans juga mengatakan wacana tersebut terbilang cukup berbahaya.
Menurutnya, persoalan bonus semestinya tidak diatur sedemikian rupa oleh pemerintah.
"Itu Pak Hartato bilang ini bonus tapi kalau secara ketat diatur dalam undang-undang, saya pikir ini agak bahaya," kata Frans.
"Lebih baik undang-undang (mengenai bonus) mengatur secara umum saja," tambahnya.
Frans menambahkan, aturan mengenai bonus semestinya diserahkan pada masing-masing perusahaan untuk kemudian dirundingkan bersama serikat pekerja.
"Sebab kalau harga diregulasi itu kiranya akan mengikat, jadi menurut pendapat saya, sebaiknya tidak dimasukkan (peraturan)," kata Frans.
"Toh di dalam perusahaan itu kan ada serikat buruh, mereka juga setiap dua tahun sekali, sesuai perjanjian kerja bersama, melihat keadaan perusahaan bagaimana," tambah dia.
"Kalau perusahaan maju, baik, untung, mereka akan minta bonus," imbuhnya.
Frans mengatakan, saat ini pun perusahaan-perusahaan yang mampu telah memberikan bonus pada karyawannya di luar Tunjangan Hari Raya (THR).
Menurutnya, perusahaan-perusahaan mengerti bahwa buruh adalah mitra yang dapat menjadikan usahanya lebih maju.
"Otomatis kalau ada keuntungan, dia akan kembali pada buruh juga," lanjutnya.
Dinilai Semakin Memberatkan Pengusaha
Apabila aturan ini disahkan, Frans mengatakan, hal itu akan semakin memberatkan para pengusaha.
Pasalnya, pengusaha sudah merasa keberatan dengan aturan mengenai pesangon yang diatur dalam pasal 156 UU Nomor 13 Tahun 2003.
"Itu sudah berulangkali kami ajukan kepada pemerintah, pada pasal 156 UU Nomor 13 Tahun 2003 itu pesangon mencekik perusahaan dan hampir semua perusahaan tidak bisa melaksanakan," ungkap Frans.
Ia menilai, aturan tersebut juga membuat padat karya enggan masuk ke Indonesia.
Baca: Mahfud MD: Publik Berhak Baca RUU Omnibus Law Cipta Kerja
"UU ini yang bikin celaka karena padat karya tidak mau masuk ke indonesia karena padat karya itu pakai tenaga kerja banyak," terang Frans.
"Kalau ada PHK, dia harus bayar pesangon sebesar itu tidak sanggup," tambahnya.
"Itu yang bikin padat karya lari ke vietnam," imbuh Frans.
Frans juga menyebutkan draft rancangan undang-undang tersebut masih samar baginya.
"Saya tidak tahu ini Pak Hartato punya maksud apa, mungkin untuk ganti pesangon tapi tadi saya lihat pesangon tetap ada," kata Frans.
"Kalau begitu saya kurang setuju, itu tidak boleh mengatur secara detail macam begitu, harus diatur secara umum," lanjutnya.
Baca: Siang Ini, Pemerintah Akan Serahkan Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Ke DPR RI
Menurut Frans, tak jadi masalah apabila pemerintah mengimbau perusahaan-perusahaan besar memberi bonus pada karyawannya.
Akan tetapi, ia tak sepakat apabila ada angka yang ditentukan oleh pemerintah.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Mutia Fauzia)
Artikel ini sebagian telah tayang di Kompas.com dengan judul "Airlangga: Bonus ke Karyawan yang Telah Bekerja 1 Tahun Sebesar 5 Kali Gaji"