Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga Avtur Berbeda Dinilai Wajar Sebagai Konsekuensi Negara Kepulauan

Pengamat ekonomi Drajad Wibowo menilai wajar, terhadap harga avtur yang saat ini berbeda di berbagai wilayah Indonesia.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Harga Avtur Berbeda Dinilai Wajar Sebagai Konsekuensi Negara Kepulauan
PT. Pertamina (Persero)
Ilustrasi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi Drajad Wibowo menilai wajar, terhadap harga avtur yang saat ini berbeda di berbagai wilayah Indonesia. Menurut Drajad, perbedaan tersebut merupakan konsekuensi Indonesia sebagai negara kepulauan.

“Biaya distribusi menjadi sangat tinggi. Jarak kilang dengan end users bukan belasan kilometer, tapi ratusan bahkan bisa ribuan kilometer. Bahkan, seandainya negara mampu membangun pipa sepanjang itu, biaya distribusi tetap sangat mahal. Jadi itu memang konsekuensi negara kepulauan,” kata Drajad, kemarin.

Itu sebabnya Drajad mempertanyakan wacana avtur satu harga, dimana seluruh harga avtur di seluruh bandara di Indonesia seragam. Karena jika dipaksa menjual avtur satu harga mengikuti harga di Jawa, berarti Pertamina dipaksa menjual avtur tanpa untung atau merugi di luar Jawa.

Baca: Antisipasi Kasus Nurhadi Kembali Terulang, Mahkamah Agung Tingkatkan Pengawasan

Baca: Kasus Penyiar Radio yang Dianiaya Mantan Pacar, Pelaku akan Jalani Masa Percobaan 3 Bulan

Begitupun, jika pemerintah hendak memberlakukan kebijakan avtur satu harga, bisa saja dilakukan. Syaratnya, pemerintah harus konsekuen menanggung selisih harga dan biaya. “Apakah pemerintah mau menanggung selisih harga Jawa dengan luar Jawa?” lanjut Drajad.

Tetapi masalahnya, lanjut Drajad, jika avtur satu harga diberlakukan, berarti pemerintah memberi subsidi kepada maskapai seperti Garuda dan Lion bersama grup besar mereka.

Padahal, di dalam maskapai tersebut terdapat orang-orang kaya, termasuk mereka yang menjadi pemegang saham seperti Rusdi Kirana di Lion. “Apakah mereka pantas ikut kecipratan subsidi, sementara subsidi untuk rakyat terus dihapus?” kata Drajad.

Di sisi lain, Drajad mempertanyakan Indonesia National Air Carriers Association (INACA), yang selalu menuding pihak lain terkait mahalnya harga tiket. Dalam hal ini, selalu saja avtur yang disalahkan.

Berita Rekomendasi

Padahal banyak sumber inefisiensi di internal maskapai sendiri. “Lihat saja pengadaan pesawat mereka. Ayo buka-bukaan. Bandingkan biayanya dengan pengadaan pesawat di maskapai lain seperti Turkish, Emirates, Virgin atau AirAsia,” kata dia.

“Belum lagi inefisiensi dalam asuransi, pengadaan barang dan jasa, dan sebagainya,” imbuhnya,

Dalam hal ini, lanjutnya, poin yang ingin ditekankan adalah, bahwa mahalnya tiket pesawat tidak terlepas dari inefisiensi internal maskapai penerbangan Indonesia. Selain itu, tentu saja karena Indonesia sebagai negara kepulauan. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas