Intip Geliat Industri Jamu di Pasar Global
Sudah tidak terelakan saat ini, Indonesia memiliki beragam komoditas yang dapat diekspor ke luar negeri. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (B
TRIBUNNEWS.COM - Sudah tidak terelakan saat ini, Indonesia memiliki beragam komoditas yang dapat diekspor ke luar negeri.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), terkait komuditas ekspor Indonesia periode Januari hingga September 2019, bahan bakar mineral masih menempati posisi atas, lalu disusul oleh lemak & minyak hewan, dan mesin/peralatan listrik.
Baca: Edukasi Investasi Penting Guna Perbanyak Lapangan Kerja
Ketiga komoditas tersebut memang menempati posisi atas, tetapi industri obat dan farmasi nampak tidak kalah gencar untuk melakukan ekspor ke luar negeri.
Seperti yang dilakukan oleh PT Jamu dan Farmasi Sido Muncul, Tbk dengan ketujuh inovasi terbarunya, yaitu Tolak Angin, Tolak Linu, Sari Kunyit, Vitamin E 100 I.U, Vitamin E 300 I.U, Vitamin D3 400 I.U, dan Virgin coconut Oil (CVO) yang dikemas dalam bentuk soft capsule.
Menurut Direktur Sido Muncul, Irwan Hidayat, inovasi tersebut bertujuan memperluas pasar ekspor untuk jamu khas Indonesia.
“Ketujuh produk ini merupakan pengembangan dari Food Supplement Sido Muncul yang dikemas dalam bentuk soft capsule. Dengan tujuan untuk membuka peluang pertumbuhan penjualan di berbagai negara. Karena untuk saat ini, regulasi terkait jamu belum ada di dunia tapi untuk food supplement sudah ada regulasi dunianya,” ujar Irwan Hidayat saat peluncuran ketujuh produk tersebut di Kantor Sido Muncul, Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2020) siang.
Upaya untuk memperluas ke pasar global, Sido Muncul mempersiapkan dengan matang. Irwan Hidayat mengungkapkan pihaknya telah mempersiapkan inovasi tersebut sejak 4 tahun lalu yang diimbangi dengan riset mendalam.
“Sejak 4 tahun lalu kami sudah mulai membeli mesin, setelah mesin datang kami mulai melakukan riset selama dua tahun,” kata Irwan Hidayat.
Selain membeberkan hal tersebut, Irwan juga mengatakan produk Sido Muncul dalam bentuk capsule bukan baru pertama kali diluncurkan. Sebelumnya produk Sido Muncul sudah pernah dibuat namun dalam bentuk kapsul keras.
“Sebelumnya kami juga membuat produk dalam bentuk capsule, tapi yang terbaru ini adalah soft capsule,” tambah Irwan Hidayat.
Kepala Riset and Development (RnD) Sido Muncul, Wahyu Widayani mengungkapkan, ada perbedaan antara kapsul keras dan lunak. Jika kapsul keras biasanya berisi powder akan tetapi untuk yang lunak (soft) diisi oleh cairan.
Wahyu mengatakan untuk membuat inovasi tersebut tidaklah mudah dan butuh waktu yang cukup panjang.
“Riset cukup panjang karena sesuatu yang sangat baru untuk memasukan cairan ke dalam kapsul itu butuh riset yang cukup panjang,” ungkapnya.
Meskipun membutuhkan waktu yang cukup panjang, riset tim RnD Sido Muncul membuahkan hasil. Khasiat satu soft capsule pun sebanding dengan satu sachet produk Sido Muncul.
Pihak Sido Muncul mengungkapkan, ketujuh produk tersebut telah melewati quality control yang cukup ketat untuk menjamin terbebas dari aflatoksin, cemaran mikroba, logam berat, pupuk, dan memastikan ke-halalan.
“Kami percaya untuk membuat produk yang baik, harus menggunakan bahan baku berkualitas. Kami membangun kepercayaan masyarakat dengan memberikan kualitas terbaik kepada konsumen,” kata Irwan Hidayat.
Untuk strategi penjualan, Wakil Direktur Marketing Sido Muncul, Maria Reviani Hidayat, mengatakan, saat ini masih dipasarkan di dalam negeri terlebih dahulu dan secepatnya akan di ekspor. Pihaknya menambahkan, untuk pasar domestik, produk tersebut sudah bisa dinikmati di apotek atau toko obat.
“Sebenarnya sudah banyak negara yang berminat untuk produk ini terutama negara-negara yang sebelumnya telah memasarkan produk kita, terutama di Asia Tenggara. Banyak distributor yang sudah meminta produk ini. Tapi di sana (luar negeri) ada regulasi yang harus dilengkapi, seperti pendaftaran dan lain sebagainya,” ungkap Maria Hidayat.
Terkait harga setiap produk, Maria tidak menampik kemungkinan ada perbedaan harga antara pasar domestik dengan luar negeri.
“Mungkin ada perbedaan harga, tidak sama percis karena produksinya di Indonesia. Sebagai contoh Tolak Angin di Indonesia dengan di Filipina harganya berbeda meski tidak terlalu jauh,” tutup Maria Hidayat.
Penulis: Dea Duta Aulia/Editor: Dana Delani