Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Indef: Indonesia Bisa Jadi Negara Maju, tapi 10 Tahun Lagi

Indef: Indonesia bisa jadi negara maju, tapi 10 tahun lagi jika sesuai parameter ekonomi dan sosial dalam hukum Countervailing Duty

Editor: Sanusi
zoom-in Indef: Indonesia Bisa Jadi Negara Maju, tapi 10 Tahun Lagi
Yanuar Riezqi Yovanda
Ekonom Senior Indef Aviliani dalam konferensi pers di kawasan Pasar Minggu, Jakarta. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, Indonesia bisa jadi negara maju, tapi 10 tahun lagi jika sesuai parameter ekonomi dan sosial dalam hukum Countervailing Duty (CVD).

Ekonom Senior Indef Aviliani mengatakan, Indonesia lebih dulu mesti menaikkan pendapatan per kapita sesuai standar negara maju yakni 12.375 dolar AS per kapita.

Baca: Indef: Pemerintah Tak Perlu Suntik Modal jika Dampak Jiwasraya Hanya 1 Persen

Baca: Penghentian Sementara Umrah Harus Tersosialisasi ke Calon Jemaah

Baca: Bamsoet Harap Pemerintah Arab Saudi Kaji Penghentian Sementara Kunjungan Jamaah Umrah Indonesia

Sementara, Indonesia masuk parameter sebagai negara berkembang dari sisi ekonomi (GNI per Kapita) yang dibawah 12.375 dolar AS, dimana pada 2018 sebesar 3.840 dolar AS.

"Dalam 10 tahun lagi pendidikan berubah. Wajar dianggap negara maju dengan upaya naikkan pendapatan per kapita, jangan sampai kena jebakan masyarakat kelas menengah (middle income trap)" ujarnya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Selain itu, parameter pembangunan sosial, seperti tingkat kemiskinan, angka kematian bayi, tingkat melek huruf orang dewasa, dan tingkat harapan hidup tidak dipertimbangkan Amerika Serikat dalam mencoret Indonesia dari negara berkembang.

Parameter tingkat kemiskinan itu, dimana penduduk dengan tingkat pengeluaran dibawah 1,9 dolar AS per hari untuk Indonesia sebesar 5,7 persen pada 2017 dan untuk 3,2 dolar AS per hari sebesar 27,3 persen.

Berita Rekomendasi

Aviliani menambahkan, bahwa negara berpendapatan tinggi masing-masing sebesar 0,6 persen dan 0,9 persen.

"Kelas miskin 100 juta orang dari jumlah subsidi BPJS Kesehatan. Sementara, yang miskin beneran 25 juta jiwa, tapi yang hampir miskin 100 juta ini banyak," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas