IHSG Bergerak Makin Liar, Bursa Diminta Pertimbangkan Opsi Lockdown
Opsi 'lockdown' perlu diterapkan pada bursa saham karena saat ini para investor asing masih terus berlomba menjual sahamnya.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara perlahan menuju zona merah pada Senin pagi ke level 4.048 dinilai perlu dipandang serius, di tengah terpuruknya ekonomi akibat mewabahnya virus corona (Covid-19).
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menyatakan, opsi 'lockdown' perlu diterapkan pada bursa saham karena saat ini para investor asing masih terus berlomba menjual sahamnya.
Oleh karena itu menurutnya, lockdown bursa saham dianggap bisa mengendalikan makin liarnya kondisi pasar di tengah sentimen terhadap corona ini.
"IHSG baru dibuka, sudah drop 4 persen. Ketika pasar menjadi sangat liar, opsi terbaik adalah lockdown bursa saham," ujar Bhima, kepada Tribunnews, Senin (23/3/2020) siang.
Ia kemudian menekankan pembekuan sementara atau trading halt selama 30 menit merupakan langkah yang kurang efektif.
Baca: PNS Dinas Perhubungan Jatim Positif Corona, Diduga Punya Riwayat Rapat dengan Menhub
seperti yang diberlakukan Bursa Efek Indonesia (BEI) ketika terjadi penurunan tajam IHSG pada satu hari perdagangan bursa.
Pemberlakukan ini perlu diperpanjang hingga satu pekan.
Baca: Hati-hati, Klorokuin Itu Obat Penyembuhan, Bukan untuk Pencegahan Corona
Sebelumnya, aturan trading halt di BEI telah dimulai pada 11 Maret lalu hingga batas waktu yang akan ditetapkan.
"Bukan sekadar trading halt 30 menit, tapi perlu dilakukan lebih lama misalnya 1 minggu ke depan," jelas Bhima.
Baca: Cerita Lengkap Acara Ngunduh Mantu Buyar Dibubarkan Polisi di Banyumas karena Corona
'Lockdown bursa saham', kata Bhima, sebenarnya pernah diterapkan Yunani bahkan berlangsung hingga 5 pekan di 2015 silam.
"Yunani pernah melakukan di 2015 selama 5 minggu untuk mencegah lebih parahnya market crash," kata Bhima.
Ia pun memprediksi rupiah akan terus melemah dan IHSG kian terperosok ke zona merah, jika opsi lockdown bursa saham tidak dipertimbangkan.
"Jadi rupiah tidak menutup kemungkinan berada di level 16.300-17.500 dalam waktu dekat. Sementara IHSG bottomnya di 3,800," ujar Bhima.
Sebelumnya Bhima menyebut ada dua sentimen negatif yang memicu terjadinya pelemahan rupiah dan merosotnya IHSG.
Yang pertama adalah terganjalnya paket stimulus AS oleh Senatnya dalam mengatasi dampak corona.
Perlu diketahui, paket stimulus senilai USD 1 triliun yang akan digunakan untuk mengatasi corona ini terganjal di Senat AS karena pihak Demokrat menilai paket itu tidak merepresentasikan perlindungan terhadap kaum buruh serta usaha-usaha kecil yang terdampak.
Pada Minggu (22/3/2020) kemarin waktu AS, paket ini tidak memperoleh cukup dukungan dalam penerapan voting prosedural.
Sementara pemicu lainnya, para investor saat ini melihat jumlah pasien yang terinfeksi corona di Indonesia terus menunjukkan peningkatan yang cukuo signifikan.
Hal ini dikhawatirkan akan memicu pemberlakuan sistem penguncian (lockdown), seperti negara lainnya.