Banyak Project Batal, Pekerja Lepas Industri Kreatif Kehilangan Penghasilan
Perkiraan pendapatan yang hilang akibat pembatalan pekerjaan akibat krisis Covid-19 di rentang Rp 5 juta- Rp15 juta mencapai 32,8 persen
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 membuat para pekerja lepas (freelancer) di sektor industri kreatif kehilangan pendapatan.
Hasil survei Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) sejak 20 Maret, para pekerja lepas mengalami pembatalan ‘project’ pekerjaan.
Dalam kurun waktu survei tersebut, setidaknya 139 pekerja lepas di berbagai kota besar mengaku tidak memiliki pendapatan untuk bertahan hidup.
“Pembatalan project di subsektor industri ini terjadi karena pekerjaan tersebut sulit dikerjakan dari rumah," ujar Kepala Riset Sindikasi, Fathimah Fildzah Izzati dalam keterangan di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Perkiraan pendapatan yang hilang akibat pembatalan pekerjaan akibat krisis Covid-19 di rentang Rp 5 juta- Rp15 juta mencapai 32,8 persen dan untuk kisaran Rp1 juta-Rp5 juta mencapai 32,8 persen.
Baca: Kabar Baik! PUFF, Nucleus Farma dan Prof Nidom Foundation Kembangkan Obat Covid-19
Ada juga yang harus kehilangan pendapatan dalam range Rp15 juta-Rp30 juta sebanyak 16,8 persen hingga di atas Rp60 juta yakni 3,6 persen.
Baca: Gara-gara Pasien Berbohong, 76 Staf Medis RSUD Purwodadi Harus Jalani Rapid Test
Sebagian besar dari mereka juga harus menghadapi pembatalan lebih dari satu pekerjaan sehingga otomatis menghilangkan potensi pendapatan yang bisa mereka terima hingga pertengahan tahun (Maret-Juli 2020).
Baca: Bahan Alami Curcumin Berkhasiat Tingkatkan Imunitas Tubuh, Tapi Bukan Obat untuk Covid-19
Mayoritas dari freelancer ini tidak mendapatkan kompensasi atas pembatalan tersebut.
Subsektor yang paling banyak mengalami pembatalan pekerjaan akibat krisis Covid-19 berturut-turut di antaranya film, video, audio (17,35 persen); seni pertunjukan (10,8 persen); seni vokal dan musik (9,4 persen); fotografi (9,4 persen), penelitian (7,2 persen), dan desain komunikasi visual (7,2 persen).
Baca: Kisah Jenazah Dokter Dimakamkan Tanpa Menggunakan Peti di TPU Padurenan Bekasi
Menurut Fildzah, tidak semua rantai produksi industri media dan kreatif dapat dilakukan secara virtual atau bisa dikerjakan dari rumah.
Para pekerja di industri media dan kreatif juga banyak yang harus menghadapi penundaan dan pembatalan pekerjaan, terutama pada kerja yang mensyaratkan kehadiran fisik.
Sindikasi merekomendasi pemerintah agar tidak terjebak dalam kerangka berpikir trickle down economy bahwa jika korporasi disubsidi maka otomatis akan menyelamatkan pekerja.
Dengan lemahnya pengawas dan sanksi terhadap perusahaan, terutama di saat krisis ini, yang ada justru malah potensi pencurian subsidi dari perusahaan sementara pekerja yang posisinya lebih rentan tidak mendapat bantuan apa-apa.
Sindika juga merekomendasikan perubahan sebagian skema program bantuan yang ada agar lebih tepat sasaran dan tepat guna.
Kemudiam kementerian/lembaga diharapkan bisa menyalurkan anggaran tunai sebagai modal pekerja seni/budaya/kreatif untuk bisa memproduksi karya dan bertahan hidup.
Pemerintah juga dapat menyewa karya-karya yang sudah diproduksi, misalnya film, dan didistribusikan gratis melalui aplikasi buatan perusahaan negara sehingga pekerja tetap mendapat pemasukan.