Rupiah Ditutup Menguat Rp 15.575 per Dolar AS Sore Ini, Berikut Kurs di 4 Bank Besar
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot ditutup menguat ke angka Rp 15.575 dolar AS, Rabu, (15/4/2020)
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot ditutup menguat ke angka Rp 15. 575 dolar AS, Rabu (15/4/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, posisi menguat 0,45 persen dibandingkan hari Selasa (14/4/2020), yakni Rp 15.645 per dolar AS.
Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah berada pada angka Rp 15.707 per dolar AS.
Pada penutupan hari ini, rupiah menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di kawasan Asia.
Adapun, mayoritas mata uang di Asia berada di zona merah.
Penguatan rupiah ditopang data surplus neraca perdagangan Indonesia bulan Maret 2020 yang dirilis hari ini, sebagaimana dilansir Kontan.co.id.
Selain rupiah, dolar Taiwan juga menguat setelah naik 0,04%.
Untuk mata uang peso Filipina dan dolar Hong Kong sama-sama menguat tipis 0,01%.
Namun, dolar Singapura menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di kawasan, setelah turun 0,55%.
Kemudian, yuan China turun 0,22%, yen Jepang dan rupee India juga melemah 0,14% dan 0,15%.
Sementara itu, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan kondisi pasar mulai stabil.
Sentimen positif juga datang dari kebijakan Bank Indonesia yang kemarin memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya di 4,5 persen, lending facility menjadi 5,25 persen dan deposit facility 3,75 persen.
Baca: Deteksi Orang Terinfeksi Covid-19, Pemerintah Targetkan 10.000 Tes PCR per Hari
“Ini menandakan pasar kembali stabil dan optimis, sehingga arus modal asing kembali membanjiri pasar valas dan obligasi dalam negeri."
"Ini merupakan berkah tersendiri bagi rupiah yang berhasil menjadi mata uang nomor satu di Asia,” kata Ibrahim dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Bank Indonesia juga mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih relatif tinggi.
Namun, BI tetap melihat adanya penurunan suku bunga dengan rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.