Harga BBM Belum Ada Tanda-tanda Turun, Ini Kata Pengamat Energi
menentukan harga jual BBM tidak hanya dari harga minyak mentah tapi juga biaya operasional bisnis, dan lain-lain
Editor: Sanusi
Jangan sampai, terjadi penghentian produksi karena dari sisi dampak juga besar apalagi mayoritas sumur minyak sudah tua di mana memerlukan biaya besar jika diaktifkan lagi.
Opsi lain, pemerintah merelakan untuk mengurangi jatah bagi hasil dari penerimaan pajak negara bukan pajak dari K3S. Sehingga akan meringankan beban bisnis K3S.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengingatkan, sikap pemerintah yang belum menurunkan harga BBM sudah sangat tepat.
Pasalnya, meski mengalami penurunan, namun harga minyak dunia sebenarnya masih fluktuatif. Sekitar 2-3 bulan mendatang saat pandemi corona sudah mereda, diperkirakan harga akan kembali normal.
Dengan normalnya kondisi, lanjut Komaidi, otomatis sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan dan China, sudah melakukan ancang-ancang untuk perbaikan proses produksi. Begitu pula dengan negara-negara G-7, terutama di Eropa, yang saat ini masih gigih menangani COVID-19.
Bahkan saat ini China sudah mulai pengadaan minyak dan gas, bahkan batubara. Proses itu dimulai, karena karena industri manufaktur mereka sudah mulai berjalan.
Dengan peningkatan produksi manufaktur barang dan jasa itulah, imbuhnya, otomatis permintaan minyak juga meningkat. Dan stok saat ini, mulai bisa terserap sehingga harga berangsur normal.
Ia mewanti-wanti, meski minyak turun dan konsumsinya anjlok dratis, tak serta merta bisa membuat Pertamina menghentikan operasi kilang minyaknya. Kilang itu memerlukan biaya operasi. Pilihan menutup sumur minyak juga bukan opsi menguntungkan.
Menutup sumur agar biaya operasi tak lagi keluar, malah akan mematikan sumur minyak. Butuh biaya lagi untuk menemukan dan mengebor sumur baru lagi.
Saat ini permintaan BBM secara nasional anjlok 34 persen, bahkan di Jakarta permintaan anjlok mencapai 54%. Karena itu, yang lebih harus dilakukan, di tengah Covid19, distribusi BBM ke berbagai daerah pelosok dapat terus dilakukan dan terjamin.
Pertamina dinilai sudah menjalankan bisnis migas dengan menyediakan energi di seluruh Indonesia yang membutuhkan biaya operasional.
Adapun soal harga BBM di Indonesia, di Asean hanya lebih mahal sedikit dengan Malaysia, selebihnya lebih murah dari Thailand Vietnam. Pandangan bahwa saat harga murah Pertamina bisa borong minyak, juga harus dilihat terperinci karena ada keterbatasan storage.
Sementara jika pakai floating storage, semua kapal juga sudah tidak bisa sandar. Karena itu, pemerintah didorong membangun infrastruktur minyak dan gas sebagai investasi seperti membangun jalan, jangan dilihat sebagai cost.
Sebelumnya, dalam sebuah diskusi, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut, harga minyak saat ini adalah bottom maka bisa dikatakan ini sebuah proses untuk melakukan balancing dengan energi baru terbarukan. Di sisi lain, untuk dapat menjaga bisnis hulu migas tetap survive, harga minyak mentah yang pas yaitu di angka $20/barrel.
“Suatu perusahaan migas tidak dapat langsung menurunkan/menghentikan produksi migas di saat harga minyak turun, karena akan sulit untuk mulai menjalankan operasionalnya lagi. Angka realisasi produksi minyak Indonesia di triwulan 1 yaitu 728 ribu barel/day,” ujarnya.
Berita Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: Kenapa harga BBM belum turun? Pengamat energi ini sebutkan alasannya