BI Tegaskan Tidak Akan Cetak Uang untuk Tangani Dampak Corona
beberapa hari lalu Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam menangani dampak ekonomi yang disebabkan pandemi virus corona (Covid-19), Bank Indonesia (BI) memastikan tidak akan melakukan pencetakan uang.
Pernyataan tersebut disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam live streaming video conference terkait Perkembangan Ekonomi Terkini, Rabu (6/5/2020).
Menurutnya, hal tersebut bukan merupakan praktik kebijakan moneter yang terbiasa dilakukan BI.
Baca: Waketum PAN: Hanafi Rais Mundur dari Partai dan DPR Tapi Masih Kader PAN
Baca: Pria di Bali Ini Ditangkap Polisi, Diduga Sebar Hoaks Maruf Amin Terpapar Covid-19
Baca: PLN Buka-bukaan Metode Penghitungan kWh yang Dikeluhkan Warga Mahal
"Pandangan-pandangan BI (perlu atau tidaknya) mencetak uang, itu bukan praktik kebijakan moneter yang lazim dan tidak akan dilakukan di Bank Indonesia," ujar Perry, pada kesempatan itu.
Perry menambahkan, kebutuhan masyarakat bisa diukur dari angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Namun demikian, ia menekankan bahwa praktik ini tentunya harus sesuai dengan tata kelola Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Misalnya pertumbuhan ekonomi 5 persen dan inflasinya 3 persen, kurang lebih kenaikan pencetakan uang sekitar 8 persen. Kalau ingin tambah stok barangkali 10 persen, keseluruhan proses ini sesuai tata kelola dan diaudit BPK," kata Perry.
Baca: Ekonomi RI Melambat, Kuartal I Hanya Tumbuh 2,97 Persen, Prediksi BI-Sri Mulyani Pun Meleset
Cetak Uang
Sebagai informasi, beberapa hari lalu Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.
Cetak uang lebih banyak, bertujuan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus Corona (Covid-19).
Tak cuma DPR, mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, juga mendukung wacana yang dilontarkan para wakil rakyat tersebut. Bahkan menurut versi Gita, uang yang dicetak diusulkan jauh lebih besar, sebanyak Rp 4.000 triliun.
Wacana Cetak Uang
Wacana cetak uang baru dilontarkan setelah melihat defisit APBN yang melebar di atas 5 persen dari sebelumnya hanya 1,75 persen.
Namun pencetakan uang bisa memicu hal negatif. Jika tak bisa dikendalikan, cetak uang yang terlalu banyak bisa memicu inflasi yang tinggi yang pada akhirnya bisa merugikan masyarakat.
Uang yang beredar akan semakin banyak, membuat nilai uang terus-menerus berkurang yang membuat harga-harga barang melambung.
Nilai tukar uang asing sangat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Bertambahnya rupiah bisa berakibat turunnya nilai kurs. Apalagi, rupiah bukan mata uang yang bisa diterima di dunia seperti dollar AS atau yen Jepang.
Risiko utang luar negeri yang naik tajam merupakan efek domino dari anjloknya mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Semakin nilainya merosot, maka otomatis membuat utang luar negeri bisa semakin membengkak.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.