Menakertrans Bolehkan Perusahaan Tunda Bayar THR, Buruh Menolak Keras
Penolakan SE Menakertras itu datang dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terbitnya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (SE Menaker) Ida Fauziah tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) mendapat reaksi keras kalangan serikat buruh.
Isi SE Menaker tersebut memperbolehkan perusahaan menunda dan mencicil pencairan tunjangan hari raya (THR) untuk buruh dan karyawan jika perusahaan tidak mampu membayarnya karena alasan pandemi Corona.
Penolakan itu datang dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
“KSPI berpendapat, THR harus dibayar 100 persen bagi buruh yang masuk bekerja, buruh yang diliburkan sementara carena covid 19, buruh yang dirumahkan karena covid-19, maupun buruh yang di PHK dalam rentang waktu H-30 dari lebaran,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam pernyataannya, Kamis (7/5/2020).
“Jadi isi dari surat edaran Menaker tersebut harus ditolak, dan pengusaha tetap diwajibkan membayar 100 persen. Tidak membuka ruang untuk dibayar dengan cara dicicil, ditunda, dan dibayar di bawah 100 persen," sebutnya.
Jika ada pengecualian, Said Iqbal menyatakan pihaknya bisa mengerti, beberapa industri juga terpukul akibat pandemi Covid-19.
Untuk itu, dia mengecualikan perusahaan dengan kategori perusahaan kecil dan menengah seperti hotel melati, restoran non waralaba internasional, UMK, ritel berskala menengah ke bawah dan sebagainya.
Sedangkan hotel berbintang, restoran besar atau waralaba internasional, ritel besar, industri manufaktur, wajib membayar THR 100 persen dan tidak dicicil atau ditunda pembayarannya.
“Lebaran adalah waktu yang sangat penting dan penuh kebahagiaan yang dirayakan masyarakat Indonesia termasuk buruh. Jadi sungguh ironis jika THR dicicil atau ditunda, atau nilainya di bawah 100 persen," kata Said Iqbal.
Kabar baru untuk para pegawai perusahaan dan buruh terkait dengan ketentuan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR).
Dalam SE yang diterbitkan, Menaker Ida Fauziyah memberikan dua opsi bagi perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR kepada pekerjanya.
Pertama, pembayaran THR secara bertahap bagi perusahaan yang tidak mampu membayar penuh alias dengan cara mencicil.
Kedua, bagi perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR sama sekali diperkenankan untuk menunda pembayaran hingga waktu yang disepakati.
Baca: DPR Bingung, Kemenhub Buka Kembali Layanan Transportasi, Padahal Kasus Corona Masih Tinggi
Lebih lanjut, SE ini menegaskan, kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR keagamaan dan denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar THR dan denda kepada pekerja atau buruh, dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada tahun 2020.
Baca: Kemenhub Akan Bolehkan Transportasi Beroperasi Lagi, Bantah Disebut Relaksasi
Menaker juga meminta kepada gubernur untuk memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Alasan penolakan Said mengacu pada ketentuan yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Beleid menyebut setiap pengusaha wajib membayar THR 100 persen bagi pekerja yang memiliki masa kerja di atas 1 tahun, tanpa terlebih dahulu melalui perundingan.
Bagi yang masa kerjanya di bawah 1 tahun, maka upahnya dibayarkan proporsional sesuai masa kerjanya.
Baca: Lion Air Group akan Kembali Terbang Mulai 10 Mei 2020
"Oleh karena itu, KSPI menolak keras surat edaran menaker tentang THR tersebut karena bertentangan dengan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan," ujar Said.
Di sisi lain, Said menilai daya beli buruh harus tetap terjaga di tengah pandemi Covid-19.
Baca: Maskapai Boleh Terbang Lagi, Berikut Perintah Kemenhub untuk Cegah Covid-19 di Bandara
Sementara jika THR tidak dibayar penuh atau bahkan tidak dibayar sama sekali, daya beli buruh akan terpukul saat Lebaran.
Akibatnya, konsumsi akan turun drastis yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi makin menyusut.
“Jadi isi dari surat edaran Menaker tersebut harus ditolak, dan pengusaha tetap diwajibkan membayar 100 persen. Tidak membuka ruang untuk dibayar dengan cara dicicil, ditunda, dan dibayar di bawah 100 persen," sebutnya.
Ada pengecualian Said Iqbal mengerti, beberapa industri juga terpukul akibat pandemi Covid-19.
Untuk itu dia mengecualikan perusahaan dengan kategori perusahaan kecil dan menengah seperti hotel melati, restoran non waralaba internasional, UMK, ritel berskala menengah ke bawah dan sebagainya.
Sedangkan hotel berbintang, restoran besar atau waralaba internasional, ritel besar, industri manufaktur, wajib membayar THR 100 persen dan tidak dicicil atau ditunda pembayarannya.
“Lebaran adalah waktu yang sangat penting dan penuh kebahagiaan yang dirayakan masyarakat Indonesia termasuk buruh. Jadi sungguh ironis jika THR dicicil atau ditunda, atau nilainya di bawah 100 persen," kata Said Iqbal.
Pemprov DKI Siapkan Posko
Menyusul terbitnya Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) untuk memberi kelonggaran bagi pengusaha untuk tak membayarkan THR 100 persen, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta langsung menindaklanjuti dengan membentuk posko dan melakukan sosialisasi ke perusahaan.
Kepala Disnakertrans DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, tahap awal pihaknya bakal membentuk pos komando pemantauan dan pengaduan THR, baik di tingkat Dinas maupun Suku Dinas.
Pembentukan posko ini sesuai dengan isi SE Menaker tertanggal 6 Mei 2020 tersebut.
"Terkait hal tersebut kami akan membentuk posko pemantauan dan pengaduan THR baik di Dinas maupun Sudin lima wilayah kota, untuk mempermudah melayani masyarakat pekerja apabila ada permasalahan THR tahun ini," kata Andri kepada Tribunnews.com, Kamis (7/5/2020).
Selanjutnya, mereka akan sosialisasikan isi SE Menaker tersebut kepada pengusaha dan pekerja melalui wadah tripartit.
Ini dimaksudkan supaya ketentuan THR yang tertuang dalam SE bisa menjadi acuan bagi perusahaan atau tempat kerja di Jakarta.
"Agar SE ini menjadi acuan dalam penerapannya di perusahaan atau tempat kerja," pungkas Andri.
Adapun dalam SE itu Menaker memberi sejumlah opsi keringanan, bagi pengusaha yang belum sanggup membayarkan THR sesuai aturan.
Yakni dalam hal perusahaan tidak mampu membayar THR keagamaan pada waktu yang ditentukan sesua perundang-undangan, solusi atas persoalan tersebut hendaknya dieproleh lewat proses dialog antara pengusaha dan pekerja.
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) untuk memberi kelonggaran bagi pengusaha untuk tak membayarkan THR 100 persen.
Penulis : Rully R Ramli/Fika Nurul Ulya/Danang Triatmojo/
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Menaker Perbolehkan Perusahaan Tunda Pembayaran THR Karyawan