Pabrik Nissan Jepang di Indonesia Ditutup, Hanya Bagian Kecil dari 20 Persen Pengurangan Produksi
Pada tahun fiskal yang berakhir 31 Maret 2020 yang diumumkan pada 28 Mei, perusahaan mencatat defisit akhir 671,2 miliar yen.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Rencana penutupan pabrik Nissan sejak Maret 2020 dan diumumkan CEO Nissan Makoto Uchida secara resmi awal Juni 2020 hanya merupakan bagian kecil dari pengurangan produksi Nissan secara global.
"Dalam reformasi struktural bisnis ini, kami berencana untuk mengurangi kapasitas produksi sebesar 20 persen sehingga waktu normal adalah 5,4 juta unit (hingga 6 juta unit). Tetapi basis penutupan yang saat ini diumumkan adalah pabrik Barcelona (Spanyol) dan pabrik Indonesia saja yang skala produksi tidak begitu besar," ungkap Uchida dalam wawancara khusus dengan Toyo Keizai dimuat Sabtu (13/6/2020).
Menurutnya, meskipun ada bagian yang tergantung pada sejauh mana dampak penyebaran corona, harus mempersiapkan dan mempertimbangkan persiapan untuk itu.
Baca: Longsor di Jeneponto Sulsel, Seorang Tewas, 3 Lainnya Dilaporkan Hilang
"Sebagai premis saat ini, permintaan global untuk mobil pada tahun 2020 akan turun 15 hingga 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Angka-angka untuk pengurangan kapasitas produksi diumumkan dengan mensimulasikan area di mana pemulihan cepat dan daerah di mana pemulihan agak lambat," ujarnya.
Pada tahun fiskal yang berakhir 31 Maret 2020 yang diumumkan pada 28 Mei, perusahaan mencatat defisit akhir 671,2 miliar yen.
Dalam rencana reformasi struktur bisnis "NISSAN NEXT," yang diumumkan secara bersamaan, Nissan meluncurkan langkah restrukturisasi untuk mengurangi kapasitas produksi dunia sebesar 20 persen, dan memperjelas pembagian pengembangan dan penjualan oleh aliansi dengan Renault dan Mitsubishi Motors dari Prancis.
Baca: Menyaksikan Demonstran George Floyd Terkena Gas Air Mata, Donald Trump: Pemandangan yang Indah
Kebijakan yang harus dilakukan juga ditunjukkan.
Penjualan menjadi lesu karena beban berat peralatan produksi berlebih dan personel yang diciptakan oleh ekspansi pimpinan Ketua Carlos Ghosn, serta pengenalan mobil baru.
Ada juga penurunan tajam dalam permintaan karena penyebaran virus corona dan tingkat keparahan kemerosotan bisnis meningkat.
"Kami menganggap defisit besar ini sangat serius. Meskipun itu dipengaruhi oleh virus corona, ada masalah unik bagi kami bahkan sebelum itu. Mengingat jumlah unit yang dapat ditantang untuk masa depan, aset yang dimiliki saat ini harus mengalami penurunan nilai ketika dievaluasi."
Baca: Kapal Penumpang Dharma Rucitra Kandas di Padang Bai Bali, Tidak Ada Korban Jiwa
"Berdasarkan kegagalan di masa lalu, kami akan fokus pada cara kembali ke lintasan pertumbuhan. Yang paling penting adalah mengimplementasikan rencana reformasi struktural bisnis yang diumumkan kali ini. Hal ini dapat mengarah pada pemulihan kepercayaan dari para pemangku kepentingan maupun di dalam perusahaan," ujarnya.
Jumlah defisit hampir sama dengan pada tahun yang berakhir Maret 2000, ketika krisis manajemen terjadi.
Bagaimana Anda menganalisis tingkat krisis dengan membandingkan masa kini dan kemudian?
"Dalam hal dampak numerik, itu dapat ditransmisikan dengan cara yang sama seperti pada saat itu. Dikatakan bahwa Nissan dapat dihancurkan, tetapi dalam hal likuiditas dana, ini adalah situasi di mana operasi dapat berlanjut untuk saat ini, bahkan termasuk apabila masuk pertimbangan Corona pula."
Baca: TNI Diminta Kerahkan Kapal Perang dan Pesawat Pengintai di Laut Natuna Utara