Sanksi AS Bikin Rusia Ikuti Jejak China, Ngegas Produksi Emas
Pada 2017 lalu, Zijin Mining menghasilkan 1,2 moz (juta ons) emas, dan dikabarkan menyumbang 10,2 persen dari total output China.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Laporan dari hasil riset Fitch Solutions telah memproyeksikan bahwa Rusia akan meningkatkan produksi dan cadangan emasnya dipicu perluasan sanksi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS).
Ini tentu saja akan menyebabkan pertumbuhan produksi emas Rusia menyusul China pada 2029.
"Meningkatnya risiko dibekukannya bank-bank negara Rusia karena berurusan dengan aset berdenominasi dolar dan terus menegangnya hubungan bilateral dengan AS, mendorong bank sentral Rusia untuk meningkatkan kepemilikan emasnya. Selama ketegangan dengan AS tetap berlangsung, permintaan domestik untuk emas pun akan tetap ada," kata laporan itu.
Dikutip dari laman Russia Today, Jumat (19/6/2020), menurut Fitch, produksi emas Rusia akan naik dari 11,3 juta ons pada tahun 2020, menjadi 15,5 juta ons pada 2029.
Ini berarti terdapat kenaikan 3,7 persen secara tahunan selama periode tersebut.
Baca: Covent-20: Alat Bantu Pernapasan Pasien Positif Corona 100 Persen Buatan Anak Bangsa
Angka ini menunjukkan bahwa Rusia akan mencapai 11,6 persen dari produksi emas global, jika dibandingkan dengan yang dicapai saat ini sebesar 10,6 persen.
Terkait China, Fitch mengatakan bahwa produksi emas telah bergesekan dengan peraturan lingkungan yang ketat mengacu pada limbah padat yang dihasilkan dari pencarian emas.
Baca: Pandemi Covid-19 Bikin Harga Mobil Bekas Anjlok, Ini Ragam Pilihan Mobkas Harga Rp 70 Jutaan
Kegiatan itu disebut telah menyebabkan gelombang penutupan tambang emas dan penurunan output di provinsi-provinsi penghasil utama produk satu ini, termasuk di Shandong, Jiangxi dan Hunan.
Pada saat yang sama, penambangan emas secara intensif selama bertahun-tahun juga telah mengakibatkan penurunan cadangan dan penghentian produksi di beberapa daerah di China, termasuk Qinghai dan Gansu.
Baca: Pertamina Bantah Kabar BBM Jenis Premium dan Pertalite Bakal Dihapus
Fitch memperkirakan produksi emas China akan mandek antara periode saat ini dan 2029, serta tumbuh tipis rata-rata 0,2 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
"Ini menandai perlambatan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 3,1 persen selama periode 10 tahun sebelumnya. Meskipun demikian, negara ini akan tetap menjadi produsen bijih emas global terbesar dengan margin yang signifikan," tegas Fitch.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan investasi China di tambang emas asing akan membantu negara itu dalam mempertahankan statusnya sebagai penghasil utama.
Kesepakatan penting dalam beberapa tahun terakhir telah mencakup pembelian 50 persen saham perusahaan tambang China Shandong Gold di Argentina dari Barrick Gold sebesar 960 juta dolar AS.
Perusahaan-perusahaan itu juga akan bekerja sama dalam kegiatan eksplorasi di wilayah tersebut.
Laporan tersebut menyebutkan, pada 2017 lalu, Zijin Mining menghasilkan 1,2 moz (juta ons) emas, dan dikabarkan menyumbang 10,2 persen dari total output China.
Secara keseluruhan, pertumbuhan produksi tambang emas global diperkirakan akan pulih di tahun-tahun mendatang.
Hal itu dipicu harga emas yang lebih tinggi dan merger antara perusahaan pertambangan besar.
"Kami memperkirakan produksi emas global akan meningkat dari 106 moz pada 2020 menjadi 133 moz pada 2029, rata-rata pertumbuhan tahunan 2,5 persen. Ini akan menjadi percepatan dari pertumbuhan rata-rata yang hanya sebesar 1,2 persen selama 2016-2019," jelas laporan itu.