KPK Meminta Pemerintah Tunda Pendaftaran Kartu Pra Kerja Gelombang 4, Ini Alasannya
KPK meminta pemerintah menunda pelaksanaan pendaftaran Kartu Pra Kerja gelombang 4 setelah menemukan kejanggalan, di antaranya soal metode pelaksanaan
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah menunda pelaksanaan pendaftaran program Kartu Pra Kerja gelombang 4.
Hal itu lantaran KPK menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan program yang sudah berjalan 3 gelombang ini.
KPK dalam kajiannya menilai, metode pelatihan yang berlangsung daring dan satu arah tidaklah efektif.
Selain itu, metode pelaksanaan tersebut juga berpotensi fiktif dan merugikan keuangan negara.
"Metode pelaksanaan program secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara, karena metode pelatihannya hanya satu arah," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam video yang diunggah kanal YouTube Kompastv, Jumat (19/6/2020).
Baca: Istana Enggan Komentari Rekomendasi KPK Soal Kartu Pra Kerja Bermasalah
Alexander Marwata kemudian menyampaikan, pelaksanaan Kartu Pra Kerja tidak memiliki mekanisme pengendalian atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
Terlihat dari bagaimana lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan pelatihan yang telah dipilih.
Peserta pun sudah mendapatkan insentif padahal belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dipilih.
"Sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta," ujar Alexander Marwata.
Selanjutnya KPK juga menyoroti kerjasama antara Kartu Pra Kerja dengan delapan platform digital.
Menurut KPK, kerjasama tersebut tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Oleh karena itu KPK meminta pemerintah menunda pendaftaran Kartu Pra Kerja gelombang 4 untuk melakukan perbaikan pengelolaannya.
KPK Temukan 4 Masalah di Program Kartu Pra Kerja
Alexander Marwata menyebutkan setidaknya ada empat permasalahan dalam pelaksanaan program Kartu Pra Kerja.
Di antaranya mulai dari proses pendaftaran yang diketahui banyak pendaftar bukan sasaran program.
Penggunaan fitur pengenal wajah atau face recognition dalam proses seleksi pendaftar dianggap tidak efisien karena memakan anggaran mencapai Rp 30,8 miliar.
Selain itu, KPK juga menemukan fakta bahwa kemitraan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan diduga ada unsur konflik kepentingan.
Adapun unsur konflik kepentingan ditemukan pada lima dari delapan platform digital.
Baca: Pemerintah: Covid-19 Tak Bisa Ubah Program, Jadi Kartu Pra Kerja Menjadi Semi Bantuan Sosial
"Terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan," papar Alexander Marwata dalam video yang diunggah kanal YouTube Kompastv, Kamis (18/6/2020).
Lebih lanjut, sebanyak 250 program pelatihan dari 1.895 program pelatihan yang tersedia adalah milik lembaga penyedia pelatihan dan dianggap memiliki konflik kepentingan dengan platform digital.
Tanggapan Istana soal KPK yang Temukan Masalah di Kartu Pra Kerja
Pihak Istana Kepresidenan enggan mengomentari temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait sejumlah masalah dalam program Kartu Prakerja.
Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono meminta temuan KPK tersebut ditanyakan langsung kepada Kementerian Koordinator bidang Perekonomian atau Manajemen Pelaksana (PMO) Program Kartu Prakerja.
"Untuk isu Kartu Prakerja jangan ke saya. Langsung ke Kemenko Perekonomian saja, atau ke direktur programnya langsung," kata Dini kepada Kompas.com, Jumat (19/6/2020).
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman juga enggan menanggapi temuan KPK atas program yang dijanjikan Presiden Jokowi pada masa kampanye Pilpres 2019.
Ia beralasan permasalahan itu terlalu teknis, sehingga meminta wartawan bertanya langsung ke PMO Kartu Prakerja.
"Problemnya sudah sangat teknis, terkait kementerian/lembaga terkait, mohon untuk Kartu Prakerja ke Ibu Denni Purbasari, Direktur Eksekutif PMO Kartu Prakerja," kata dia.
Baca: Syarief Hasan: Program Kartu Pra Kerja Berpotensi Terjadi Pemborosan Uang Negara
(Tribunnews.com/Rica Agustina, Kompas.com/Ihsanuddin)