Lindungi Kesehatan Masyarakat, Badan POM Sinergi dengan Lembaga Lain Awasi Produk AMDK
Kebutuhan air minum dapat terpenuhi dengan adanya produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang saat ini diproduksi dalam jumlah besar.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Air merupakan kebutuhan primer manusia yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, di antaranya untuk minum dan sebagai bahan baku utama dalam produksi pangan olahan.
Maka dari itu, air menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dengan mempertimbangkan segi kualitasnya sesuai persyaratan yang telah ditetapkan.
Kebutuhan air minum dapat terpenuhi dengan adanya produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang saat ini diproduksi dalam jumlah besar.
Masifnya produksi AMDK menjadikan produk ini tergolong dalam kategori pangan risiko tinggi.
Baca: Jaga Kesehatan Ginjal dengan Manfaat Baking Soda yang Tak Banyak Diketahui Orang Ini
Selain banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas, bahan baku AMDK berpotensi mengalami cemaran karena adanya perubahan kondisi lingkungan.
Untuk itu, pemerintah melakukan pengawasan terhadap air dengan tujuan melindungi masyarakat/kepentingan publik sekaligus mendorong daya saing produk.
Kegiatan pengawasan air melibatkan berbagai kementerian/lembaga, mulai dari pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air dan air baku, pengawasan terhadap kualitas air bersih yang akan digunakan untuk higiene sanitasi, pengawasan terhadap kualitas air sebagai bahan baku produksi, dan pengawasan terhadap produk pangan berbasis air, termasuk AMDK.
Badan POM selaku lembaga yang diberi amanah untuk melakukan pengawasan terhadap Obat dan Makanan juga melakukan kegiatan pengawasan terkait AMDK.
Baca: BPOM: Air Minum Kemasan Galon Guna Ulang Penuhi Standar Keamanan Pangan
Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito mengungkapkan bahwa pengendalian aspek keamanan dan mutu AMDK sepanjang product life cycle merupakan satu kesatuan siklus mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.
“Untuk meningkatkan pelayanan publik, Badan POM telah melakukan percepatan perizinan, antara lain melalui penyederhanaan proses registrasi. Meskipun demikian, aspek perlindungan kepada masyarakat tetap menjadi fokus perhatian Badan POM dengan memperkuat pengawasan post-market,” ujar Penny Lukito dalam keterangannya, Jumat (17/7/2020).
Lebih lanjut, Kepala Badan POM menjelaskan bahwa pengawasan AMDK meliputi aspek standardisasi produk dan standardisasi proses produksi.
“Standard produk dikembangkan melalui risk assessment yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan isu strategis,” jelas Kepala Badan POM.
Dilanjutkan dengan pengawasan pre-market yang melibatkan beberapa pihak, antara lain Lembaga Sertifikasi Produk (LSPRO) sebagai penerbit sertifikat SNI (Standard Nasional Indonesia), UPT Badan POM sebagai penerbit sertifikat PSB (pemeriksaan sarana baru), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai penerbit sertifikat halal, serta Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai penerbit sertifikat merek.
Setelah produk beredar, Badan POM melakukan pengawasan post market yang terdiri dari pemeriksaan sarana produksi, pengawasan di peredaran yang meliputi pemeriksaan sarana distribusi/ritel, sampling dan pengujian, monitoring label dan iklan produk AMDK, serta kegiatan surveilans, termasuk penanganan kejadian luar biasa (KLB) atau keracunan akibat pangan.
“Keseluruhan siklus ini berkesinambungan untuk memastikan AMDK yang beredar aman untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat sekaligus memperkuat industri makanan,” tukas Kepala Badan POM.
Di Indonesia saat ini terdapat 4 jenis AMDK yang terdiri dari Air Mineral Alami, Air Mineral, Air Demineral dan Air Minum Embun yang standarnya telah diatur dalam SNI.
Berdasarkan data produk yang terdaftar di Badan POM terdapat sekitar 7.780 produk AMDK dengan jumlah produsen seluruh Indonesia sebanyak 1.032 perusahaan.
Dari seluruh produk AMDK, 99,5% merupakan produk dalam negeri (BPOM RI MD), dengan jenis AMDK terbanyak adalah Air Mineral sebanyak 6.092 produk atau 78,30% dan Air Demineral sebanyak 1.492 produk atau 19,18%.
Sedangkan untuk Air Mineral Alami hanya terdapat 45 produk atau 0,58% dan Air Minum Embun hanya 3 produk atau 0,04%. Selain 4 (empat) jenis AMDK tersebut juga terdaftar air minum pH tinggi sebanyak 148 produk atau 1,90%.
Melihat banyaknya jumlah merek AMDK yang disetujui dan beredar di Indonesia, di mana masing-masing memiliki standar yang berbeda, pengawasan AMDK harus mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat, termasuk penggunaan AMDK yang tepat sesuai kandungan mineral yang dikandungnya.
Saat ini misalnya, standar label AMDK belum mencakup pengaturan label AMDK sesuai dengan kandungan mineralnya.
Belakangan terdapat beberapa isu yang berkembang di masyarakat terkait AMDK, antara lain isu mikroplastik pada air bersih (air ledeng) yang dapat menjadi bahan baku AMDK, isu residu hormon yang mencemari sungai sebagai bahan baku air bersih, beredarnya hoaks terkait dengan AMDK yang merisaukan masyarakat, serta iklan AMDK dengan klaim berlebihan atau menyesatkan, misal AMDK dapat menyembuhkan beberapa penyakit tertentu.
Menyikapi banyaknya permasalahan pengawasan air minum, Badan POM berinisiatif melakukan pembahasan terkait perbaikan mutu air dalam pengawasan mutu pangan melalui penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) Pengawasan Air Minum.
Hal ini merupakan salah satu upaya Badan POM bersama kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait dalam melindungi masyarakat, mengingat kegiatan pengawasan air minum melibatkan berbagai pihak, termasuk produsen air minum.
Kepala Badan POM mengharapkan FGD ini dapat meningkatkan pengawasan produk pangan berbasis air, antara lain AMDK, sebagai upaya melindungi masyarakat dan meningkatkan daya saing produk.
Pemerintah terus berupaya melindungi masyarakat termasuk memastikan keamanan dan mutu produk pangan berbasis air di sepanjang rantai pangan.
“Upaya tersebut antara lain penetapan regulasi yang responsif dan adaptif terhadap perkembangan yang ada termasuk pengembangan standard sesuai emerging issues, peningkatan pengawasan post-market dengan melakukan pengawasan berbasis risiko, penguatan laboratorium baik dari sisi pengembangan fasilitas dan peralatan laboratorium, serta metode pengujian dan kompetensi pengujian, pemberdayaan masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dengan melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) yang masif dan luas, serta upaya penindakan untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan. Upaya pemerintah ini akan lebih optimal jika didukung oleh peran aktif masyarakat,” harap Kepala Badan POM.
Sebagai contoh peran aktif dalam pengawasan, pada bulan Juni-Juli 2020 Badan POM menerima laporan masyarakat mengenai adanya peredaran video yang menyebutkan bahwa produk AMDK tertentu tidak layak konsumsi karena dapat menghantarkan aliran listrik.
Berdasarkan laporan ini, Badan POM telah melakukan penelusuran dan menemukan bahwa produk di dalam video tersebut merupakan produk tanpa izin edar/ilegal. Saat ini Badan POM sedang mengembangkan proses investigasi lebih lanjut.
Kepala Badan POM mengajak masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh iklan/promosi, berita, artikel, maupun video di media sosial yang menyesatkan. Apalagi terprovokasi dan turut menyebarkan informasi yang menyesatkan tersebut.
“Jadilah konsumen yang cerdas. Laporkan ke Badan POM jika menemukan/melihat informasi yang menyesatkan atau meragukan. Mari bersama kita hentikan peredaran informasi menyesatkan.” tegas Kepala Badan POM menutup pernyataannya.