Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengamat: Defisit Makin Lebar Jika Kelompok Masyarakat Mampu Malah Pakai Gas Melon

Mamit Setiawan menilai, kelangkaan gas LPG ukuran 3 kg merupakan permasalahan klasik yang selalu timbul di setiap tahunnya.

Editor: Sanusi
zoom-in Pengamat: Defisit Makin Lebar Jika Kelompok Masyarakat Mampu Malah Pakai Gas Melon
RIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gas LPG 3 kilogram (Kg) yang diperuntukkan untuk kelompok miskin masih banyak digunakan oleh kelompok masyarakat mampu. Akibatnya, kuota gas LPG 3 Kg sering habis di tengah jalan hingga akhirnya terjadi kelangkaan. Kelompok yang berhak pun dirugikan.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, kelangkaan gas LPG ukuran 3 kg merupakan permasalahan klasik yang selalu timbul di setiap tahunnya.

Ini terjadi karena, gas melon yang notabene menjadi hak masyarakat miskin, justru digunakan kelompok masyarakat mampu. Nah, seharusnya, masyarakat tidak mengambil apa yang menjadi hak masyarakat miskin.

Biasanya, kata Mamit, kelangkaan akibat tidak adanya pembatasan distribusi.

“Masyarakat mampu, masih banyak kedapatan mengunakan LPG ukuran tiga kilogram. Ini juga terjadi karena disparitas harga dengan LPG non subsidi yang masih besar,” ujar Mamit dalam keterangannya, Selasa (5/7).

Mamit berharap, kelompok masyarakat mampu, tidak menggunakan gas LPG tiga kilogram karena merugikan kelompok masyarakat lain dan juga para pedagang kecil yang memang lebih berhak mendapatkan gas LPG tiga kilogram.

Jika kelompok masyarakat mampu masih bandel menggunakan gas LPG tiga kilogram maka bisa dipastikan kuota yang ditetapkan oleh BPH Migas, akan jebol dan ujung-ujungnya justru memberatkan Pertamina dan keuangan negara.

BERITA REKOMENDASI

“Setiap kali over, maka ini menjadi tanggungan Pertamina. Sementara ketika kuota jebol dan terpaksa ditambah oleh Pertamina, belum tentu juga diganti pemerintah karena masih perlu dihitung selisihnya dan tergantung audit BPK," jelas dia.

Yang pasti, ia berharap masyarakat juga tidak panik, karena Pertamina juga selalu bergerak cepat jika terjadi kelangkaan. Meski begitu, ia mendorong masyarakat beralih ke produk-produk gas lain milik Pertamina terutama non subsidi.

"Pertamina saya kira pasti sigap dengan melakukan operasi pasar untuk daerah yang terjadi kelangkaan sampai kondisi normal kembali," ujar dia.

Dia memperkirakan jika beban subsidi naik terus, akan menyebabkan beban keuangan negara bisa terganggu. Apalagi, ditambah saat ini 70% LPG masih impor. Jika subsidi terus, maka defisit transaksi berjalan akan semakin tinggi.

“Perlu ada kebijakan dalam mengendalikan LPG 3 kg di mana salah satunya adalah distribusi tertutup. Ini lebih jelas asalkan datanya benar tepat sasaran. Jangan sampai ada kesalahan data," ungkap dia.


Dihubungi terpisah, ekonom yang juga dosen Perbanas Piter Abdullah menilai, diperlukan pengaturan lebih terperinci dalam distribusi gas subsidi. Bisa dilakukan perubahan pola seperti subsidi gas tiga kilogram dihilangkan kemudian diberikan bantuan langsung kepada kelompok miskin.

Jika dilakukan pengetatan, distribusi lebih tertutup, khawatir hanya akan memunculkan kegaduhan lain yang tidak perlu.

Dia mengatakan, tidak tepat sasarannya LPG 3 kilogram akan menyebabkan kelangkaan, kelompok masyarakat yang seharusnya mendapat hak dan membutuhkan gas subsidi, seperti kelompok masyarakat miskin, justru dirugikan.

Piter menyarankan pemerintah mengganti pola dalam mendistribuskan gas LPG ukuran 3 kg. "Lebih mudah mengganti polanya menjadi bantuan langsung tunai kepada masyarakat miskin, sementara subsidi gas 3 kilo ditiadakan," jelasnya.

Artikel Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: Ingat, LPG 3 Kg hanya untuk masyarakat miskin

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas