Valuasinya Dinilai Masih Murah, Simak Saham-saham yang Direkomendasikan
Aria merekomendasikan investor untuk memanfaatkan momentum koreksi apabila ingin masuk ke saham-saham ini.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Akhmad Suryahadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai menunjukkan pertumbuhan positif. Dalam sebulan perdagangan, indeks telah menghijau dan menguat 1,80 persen.
Dalam tiga bulan perdagangan, IHSG telah menguat 12,62% hingga Jumat (7/8/2020).
Di tengah penguatan IHSG ini, masih ada beberapa saham yang memiliki valuasi murah.
Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso mengatakan sejumlah saham penghuni Indeks LQ45, seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Astra International Tbk (ASII), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) valuasinya masih tergolong murah saat ini.
Tidak ketinggalan, saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT United Tractors Tbk (UNTR), dan saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) juga menjadi saham, menurut Aria, valuasinya masih tergolong murah.
Baca: Kantongi Dana Miliaran Rupiah, Jahja Setiaatmadja Jual Saham di BCA
Aria merekomendasikan investor untuk memanfaatkan momentum koreksi apabila ingin masuk ke saham-saham ini.
Melihat price to earnings ratio (PER) memang menjadi salah satu cara mengukur valuasi suatu saham.
Baca: IHSG Dibikin Deg-degan Menjelang Rilis Data Pertumbuhan Ekonomi, Cermati Saham Ini
Namun, untuk menilai valuasi suatu saham tidak bisa dinilai dari PER saja, tetapi butuh juga penilaian dari prospek kinerja dan industri suatu emiten.
Saham emiten perbankan yang masuk dalam konstituen Indeks LQ45 tercatat memiliki PER yang cukup rendah. Saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) misalnya memiliki PER hanya 5,07 kali dan saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) memiliki PER 9,17 kali.
Aria membenarkan bahwa valuasi saham-saham ini memang masih murah, hanya saja emiten perbankan saat ini menghadapi risiko berupa restrukturisasi kredit dan juga potensi naiknya non-performing loan (kredit macet) akibat pandemi.
“Sesungguhnya saham-saham tersebut cukup murah juga, namun dengan risiko melekatnya itu yang menjadi salah satu pertimbangan. Sehingga, preferensi (kecenderungan) dari investor yang memiliki profil risiko non-konservatif boleh mempertimbangkannya."
"Bisa juga diatur dari sisi position size dalam portofolio agar tidak terlalu dominan sehingga risiko nya lebih terukur,” ujar Aria kepada Kontan.co.id, Minggu (9/8/2020).
Analis NH Korindo Sekuritas Putu Chantika Putri D menilai, dalam jangka pendek, saham-saham sektor konsumer masih tetap menarik walaupun potential upside-nya sudah terbatas.