Indef: Kebijakan Gas dan Rem Tidak Fokus Selamatkan Nyawa atau Ekonomi
Berly Martawardaya mengatakan, kebijakan itu membuat galau antara menyelamatkan nyawa manusia atau ekonomi,
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, kebijakan rem dan gas dari pemerintah untuk mengatasi pandemi corona atau Covid-19 menjadi tidak fokus.
Direktur Riset Indef Berly Martawardaya mengatakan, kebijakan itu membuat galau antara menyelamatkan nyawa manusia atau ekonomi, padahal harusnya bisa seiring dengan fokus kesehatan dulu.
Baca: Gubernur Banten Wahidin Halim : Kami Tidak Kenal Rem Darurat, Tetap PSBB Kontinu
Baca: Jubir Satgas Covid-19: PSBM Menekan Mobilitas Penduduk Zona Merah
"Kebijakan kalau tujuannya tidak fokus ini jadi sulit, jadi zig-zag kan gas dan rem. Harusnya fokus selamatkan nyawa dan bertahan secara ekonomi sampai vaksin datang," ujarnya dalam webinar, Kamis (17/9/2020).
Bahkan, Berly membandingkan langkah Presiden Joko Widodo (Widodo) dengan Presiden Ghana yang lebih cepat menyadari bahwa penyelamatan nyawa lebih penting.
"Presiden Ghana dan Presiden Indonesia sudah sepakat keselamatan nyawa lebih penting, walaupun Ghana lebih cepat bulan Maret. Pak Jokowi ngomongnya September kemarin," katanya.
Menurut dia, pemerintah harus lebih dulu utamakan kesehatan karena bisa membangkitkan kembali ekonomi, namun tidak dengan nyawa manusia.
"Ekonomi bisa dibangkitkan kembali, ada stimulus fiskal, moneter, kredit murah, BLT (bantuan langsung tunai) segala macam bisa didorong lagi. Sementara, kalau sudah meninggal ya tidak bisa, belum sampai ilmu pengetahuan ke sana," tutur Berly.
Di sisi lain, vaksin Covid-19 diperkirakan baru dapat persetujuan pada awal 2021, lalu ada masa untuk produksi dan distribusi.
Apalagi Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar, sehingga kemungkinan vaksin belum dapat diberikan menyeluruh pada 2021.
"Bisa sampai akhir 2021 akhir dan kalau belum tercapai bisa sampai awal 2022, itu harusnya bagaimana strategi kita bertahan. Ekonomi kita sebenarnya lumayan dibandingkan negara lain, Jepang minus 27 persen, Thailand minus 12 persen, Singapura minus 13, kita sepertiga sampai seperlima negara lain dari sisi penurunan ekonomi karena 50 persen lebih dari konsumsi rumah tangga," pungkasnya.