Resesi di Depan Mata, Ekonom: Bakal Picu Gelombang Besar PHK hingga Daya Beli Menurun
Pemerintah segera menambah bantuan langsung tunai (BLT) untuk pengangguran, korban PHK, dan pekerja informal," saran Bhima.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi, perekonomian nasional akan memasuki masa resesi di akhir September 2020 ini.
Bendahara Negara itu mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III mendatang bakal berada di kisaran -2,9 persen hingga -1,1 persen.
Jika proyeksi tersebut terjadi, maka ekonomi Indonesia masuk dalam definisi resesi secara teknis. Yakni, pertumbuhan ekonomi negatif dalam dua kuartal berturut-turut. Sebab pada kuartal II yang lalu, Indonesia telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, mengatakan resesi ekonomi secara resmi baru akan diumumkan pada 5 november sesuai jadwal dari Badan Pusat Statistik yang mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal ke III.
Meskipun belum diumumkan, namun Bhima menyampaikan sejumlah indikator bahwa negara sudah masuk resesi. Bhima menjelaskan, dari data terakhir saat ini pertumbuhan kredit per Juli bergerak di 1 persen, angka yang cukup rendah dengan pertumbuhan kredit modal kerja minus 1,7 persen.
Selain itu, indeks kepercayaan konsumen berada di level 89,6 atau dibawah level optimisme 100. Artinya konsumen sedang pesimis melihat prospek ekonomi.
Dari sektor otomotif, penjualan sepeda motor juga turun 42 persen pada periode Januari-Juli 2020.
"Terjadi PHK yang merata di hampir semua sektor. Berdasarkan survei BPS terdapat 35,5 persen perusahaan yang mengurangi karyawan selama masa pandemi," ujar Bhima, Kamis (24/9/2020).
Bhima menyarankan, agar negara melakukan sejumlah hal untuk menanggulangi resesi ekonomi yang sudah di depan mata.
"Pemerintah segera menambah bantuan langsung tunai (BLT) untuk pengangguran, korban PHK, dan pekerja informal," saran Bhima.
Menurut Bhima, nominal BLT pun harus lebih besar dari sebelumnya, idealnya Rp 1,2 juta per orang per bulan selama 3-6 bulan. Bantuan berupa sembako juga bisa difokuskan ke daerah daerah yang padat penduduk seperti Jabodetabek.
"Langkah pemerintah juga penting untuk menjamin pengendalian wabah berjalan optimal dan cepat. Ini kan akar masalahnya karena aktivitas ekonomi macet saat pandemi. maka solusinya adalah tangani masalah kesehatan dengan lebih serius. semakin cepat pandemi tertangani semakin cepat ekonomi recovery dari resesi dan tidak berlanjut ke depresi," kata Bhima.
Dibayangi PHK
Selain itu, Bhima mengungkapkan, resesi artinya terjadi tekanan yang dalam di ekonomi baik keuangan maupun sektor riil.