Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pakar Hukum Migas: Restrukturisasi Pertamina Bukan Pemisahan Perusahaan

Ali Nasir menegaskan, restrukturisasi Pertamina bukan merupakan pemisahan perusahaan atau spin off.

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pakar Hukum Migas: Restrukturisasi Pertamina Bukan Pemisahan Perusahaan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mobil tangki BBM melintas di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang, Jakarta, Selasa (8/5/2018). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews, Malvyandie Haryadi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum dan kebijakan migas Universitas Padjadjaran Ali Nasir menegaskan, restrukturisasi Pertamina bukan merupakan pemisahan perusahaan atau spin off.

Justru yang terjadi adalah penguatan anak-anak perusahaan, agar dapat bekerja lebih baik dan bergerak lebih optimal.

“Bukan pemisahan. Pertamina membentuk subholding supaya fokus pada bisnis mereka, termasuk di hulu, hilir, dan kilang. Supaya lebih fokus dan bergerak lebih cepat. Kepemilikan saham kan masih Pertamina,” jelas Ali, yang juga mantan Legal Adviser Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC), di Jakarta hari ini.

Merujuk definisi pemisahan perusahaan pada Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menurut Ali, pada restrukturisasi Pertamina tidak terjadi pemisahan seluruh aktiva dan pasiva BUMN tersebut kepada subholding, sebagaimana dimaksud Pasal tersebut.

Baca: Telkom Dukung Pertamina Genjot Digitalisasi SPBU di Seluruh Indonesia

Padahal, lanjutnya, sesuai definisi Pasal tersebut, yang dimaksud pemisahan perusahaan adalah, perbuatan hukum yang dilakukan Perseroan untuk memisahkan usaha, yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum, kepada dua Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih.

Baca: Persiapan Alih Kelola, Pertamina Hulu Rokan Percepat Transisi Data Eksplorasi & Eksploitasi

Kalaupun subholding memiliki aktiva dan pasiva sendiri, imbuhnya, adalah wajar, karena sebagai perusahaan baru tentu harus memiliki aset. Dan juga, mereka harus mempunyai pembukuan yang wajib dikelola.

BERITA REKOMENDASI

Tetapi yang harus ditegaskan, jelas Ali, bahwa aktiva dan pasiva bukan beralih dari induknya. Apalagi dalam Laporan Keuangan Pertamina, pembukuan subholding tersebut masuk ke dalam laporan konsolidasi,” urai Ali.

Dengan demikian, Pertamina sebagai induk holding, memang hanya mengelola dan mengawasi anak-anak usahanya. Karena secara teknis, yang bergerak adalah subholding.

Dalam industri migas dunia, lanjut Ali, penguatan seperti yang dilakukan Pertamina sudah jamak ditemui. Termasuk di antaranya, Premier Oil di Inggris dan Exxon Mobil di Amerika Serikat. Exxon Mobil misalnya, meski memiliki beberapa anak usaha, tetapi semua menginduk pada satu perusahaan.

“Pembukuan induk tetap satu. Semua pembukuan dari anak-anak usahanya masuk ke induk semua. Dan seperti yang dilakukan Pertamina, Exxon Mobil dan Premier hanya mengelola dan mengawasi anak-anak usahanya. Banyak oil company seperti itu,” lanjut Ali.

Dalam konteks itu pula, Ali justru mempertanyakan, jika pembentukan subholding Pertamina disebut merugikan keuangan negara. Pasalnya, keuntungan yang diperoleh subholding juga akan disetorkan ke Pertamina sebagai induk. Dan selanjutnya, Pertamina akan menyetorkan kepada Kas Negara.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas