Pengamat: Restrukturisasi Pertamina Merupakan Tuntutan Sebagai Industri Migas Dunia
Selain membuat lebih lincah, menurut Fahmy, pembentukan subholding juga menjadikan Pertamina sebagai holding juga lebih efisien.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, restrukturisasi Pertamina sudah tepat.
Selain membuat BUMN tersebut bergerak lebih lincah, restrukturisasi juga merupakan tuntutan sebagai industri migas dunia.
“Hampir semua perusahaan migas dunia sudah membentuk subholding, antara lain Total, Chevron, Premier Oil, dan bahkan Petronas. Pertamina harus mengikuti supaya tidak tertinggal dan bisa meningkatkan daya saing,” jelas Fahmy dalam keterangannya kepada media hari ini (12/10/2020).
Menurut Fahmy, kompleksnya tantangan, membuat industri energi global dituntut untuk bisa membuat keputusan yang cepat dan akurat, namun tetap sesuai garis kebijakan perusahaan.
Baca juga: Pertamina Ajak Investasi Sebagai Mitra Pertashop, Tertarik Daftar?
Misal terkait eksplorasi, investasi, atau jika di lapangan menghadapi kendala yang harus segera diputuskan dengan segera.
Dan keberadaan subholding, bisa membuat perusahaan mengambil keputusan dengan cepat, karena tidak membutuhkan birokrasi yang panjang dan lama.
“Ini yang dilakukan perusahaan-perusahaan migas dunia. Keberadaan subholding membuat mereka lebih efisien karena bisa mengambil keputusan cepat. Sebab, kebanyakan perusahaan besar memang lamban. Padahal kelambanan akan berdampak pada biaya,” urai Fahmy.
“Begitu pula dengan restrukturisasi Pertamina. Pembentukan subholding diharapkan akan membuat mereka lebih lincah dalam pengambilan keputusan dalam corporate action,” lanjutnya.
Begitupun, lanjut Fahmy, subholding memang tidak bisa bergerak semaunya. Mereka masih terikat dengan kebijakan holding induk.
Dalam hal ini, subholding adalah pelaksana dari kebijakan holding. “Pertamina sebagai holding, misalnya, bertugas memberi garis kebijakan dan mengawasi pelaksanaan yang dilakukan subholding-nya,” kata dia.
Selain membuat lebih lincah, menurut Fahmy, pembentukan subholding juga menjadikan Pertamina sebagai holding juga lebih efisien.
Sebab, masing-masing subholding akan menangani beberapa anak usaha sejenis, sehingga bisa disinergikan dan menghindari over lapping. Misal antara PGN dan Pertagas. Begitu pula antara PHE dan Pertamina EP.
Dalam konteks itu pula, Fahmy menepis jika restrukturisasi akan merugikan keuangan negara. Bahkan menurutnya, justru pembentukan subholding akan menguntungkan negara.
Misal saja, jika masuk bursa saham, maka akan memperoleh uang segar dengan dana kapital rendah.
Selain itu, jika subholding meraup laba, maka akan diserahkan kepada Pertamina sebagai holding. Dan oleh Pertamina, akan disetorkan kepada Bendahara Negara. “Makanya, restrukturisasi ini justru menguntungkan negara,” pungkas Fahmy.