Pengamat Energi Ungkap Pembangunan Infrastruktur Gas Terancam Melambat Akibat Hal Ini
Menurut Komaidi, penurunan harga gas di tengah masa pandemi virus corona belum memberikan dampak signifikan bagi industri pengguna.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan, kondisi harga gas yang murah diikuti ketidakjelasan pasar membuat tingkat Return of Investment (RoI) dari sebuah proyek pembangunan infrastruktur gas bumi menjadi lama.
"Semakin rendah harga gas, maka semakin tipis margin yang bisa didapat pengembang. Ini yang akan menyulitkan pelaku usaha sulit membangun infrastruktur baru," katanya di Jakarta, Senin (30/11/2020).
Baca juga: Implementasi Harga Gas 6 Dolar AS MMBTU Kepmen ESDM 89/ 2020 Tunjukkan Dampak Positif
Menurut Komaidi, penurunan harga gas di tengah masa pandemi virus corona belum memberikan dampak signifikan bagi industri pengguna.
Sebab, penurunan harga gas itu tidak mendongkrak volume produksi maupun penjualan industri pengguna gas.
Baca juga: Harga Gas Turun, Industri Pupuk Apresiasi Menteri ESDM
"Tujuan penurunan harga gas memang baik bagi industri, tapi momentumnya tidak dapat," imbuh dia.
Komaidi menekankan penurunan harga gas yang diinisiasi pemerintah lewat Kementerian ESDM sangat terburu-buru.
Kebijakan ini terkesan hanya untuk memenuhi peraturan yang sudah lama dibuat tapi tidak kunjung terlaksana.
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Dalam Perpres tersebut, pemerintah menetapkan harga gas bumi yang sebelumnya 7 dolar AS per Million British Termal Unit (MMBTU) diturunkan menjadi 6 dolar AS per MMBTU.
Pada 6 April 2020 Menteri ESDM merilis Peraturan Menteri ESDM No 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Pasal 3 ayat 1 peraturan itu mengatur harga gas bumi tertentu di titik serah pengguna gas bumi (plant gate) ditetapkan sebesar 6 dolar AS per MMBTU.
Ada tujuh sektor industri yang dapat harga khusus dari kebijakan tersebut, yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan industri sarung tangan karet.
Sebagai dampak kebijakan itu pemerintah merelakan jatahnya dari penjualan migas di hulu dipangkas sekitar 2 dolar AS per MMBTU.
"Kalau investor melihat investasi di tempat lain, misalnya, bisa dapat IRR 12 persen, sementara di infrastruktur gas bumi IRR nya lebih rendah, maka tidak akan ada investor yang mau berinvestasi untuk mengembangkan infrastruktur gas," papar dia.