Tarif Cukai Rokok Naik Lagi 12,5 Persen, Begini Alasan Sri Mulyani dan Reaksi YLKI
Kenaikan tarif cukai rokok ini terdiri dari untuk industri yang mengeluarkan atau memproduksi sigaret putih mesin golongan 1 sebesar 18,4 persen.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Untuk diketahui, pembahasan kebijakan terkait cukai hasil tembakau tahun ini cukup alot.
Pengumuman kenaikan tarif cukai yang biasanya dilakukan di akhir Oktober pun molor hingga awal Desember ini.
Sri Mulyani mengatakan, hal itu terjadi lantaran kebijakan tersebut digodok dalam suasana pandemi Covid-19.
Sehingga pemerintah perlu untuk menyeimbangkan aspek unsur kesehatan dengan sisi perekonomian, yakni kelompok terdampak pandemi seperti pekerja dan petani.
"Sehingga dalam hal ini kita mencoba menyeimbangkan aspek unsur kesehatan di saat yang sama mempertimbangkan kondisi perekonomian umum, yang terdampak Covid-19 terutama kelompok pekerja dan petani," ujar Sri Mulyani.
Cukai rokok SKT tidak naik
Sri Mulyani menjelaskan, untuk kelompok industri sigaret kretek tangan tidak mengalami kenaikan tarif cukai.
Hal itu terjadi lantaran industri tersebut termasuk industri padat karya yang mempekerjakan 158.552 buruh.
Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Artinya kenaikannya 0 persen untuk sigaret kretek tangan yang memiliki unsur tenaga kerja terbesar," ujar Sri Mulyani.
“SKT tarif cukainya tidak berubah atau dalam hal ini tarif cukainya tidak dinaikan. Artinya kenaikannya 0%,” kata Menkeu.
Menkeu mengatakan, kebijakan tersebut diambil karena industri hasil tembakau (IHT) SKT paling banyak memiliki tenaga kerja dibandingkan dengan rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) maupun sigaret putih mesin (SPM).
Tanggapan YLKI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut, kenaikan cukai rokok merupakan hal baik untuk upaya pengendalian konsumsi.