INDEF: Kenaikan Harga Kedelai Memukul Kelas Menengah ke Bawah
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai kenaikan harga kedelai berdampak buruk pada masyarakat kelas menengah ke bawah.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Perlu diketahui, kedelai yang selama ini menjadi bahan baku tempe dan tahu merupakan pasokan dari AS, Kanada, Brasil dan Uruguay.
"Faktor kenaikan harga kedelai ada beberapa, mulai dari pasokan yang terbatas dari Argentina dan Brasil disebabkan faktor cuaca, stok AS pun terus menipis," ujar Bhima, kepada Tribunnews, Minggu (3/1/2021).
Sedangkan pemicu lainnya adalah melonjaknya permintaan komoditas ini di China.
Negara itu memang telah kembali pulih kondisi perekonomiannya pasca dihantam pandemi virus corona (Covid-19).
"Sementara dari sisi permintaan, terjadi kenaikan yang signifikan dari China paska pemulihan ekonomi dari Covid-19," jelas Bhima.
Saat ini, kata Bhima, China mendominasi permintaan untuk kedelai secara global dan Indonesia tentu terkena imbasnya.
Karena Indonesia menjadi negara yang memiliki tingkat konsumsi kedelai terbesar di dunia, setelah China.
Di China, komoditas ini juga dimanfaatkan untuk pakan ternak.
"China menguasai 64 persen dari total permintaan kedelai global, kedelai banyak digunakan di China untuk pakan ternak," kata Bhima.
Pulihnya ekonomi negara di Asia Timur itu, tentunya mengembalikan tingkat permintaan masyarakatnya terhadap konsumsi kedelai.
"Ketika ekonomi pulih, daya beli masyarakat China membaik, permintaan kedelai impor juga tinggi," pungkas Bhima.
Belum Ada Info Soal Harga, Produsen Tempe: Senin Jualan, Tapi Mungkin Ukurannya Dikurangi
Produsen tempe dan tahu di kawasan Jabodetabek akan kembali memasok produk olahan kedelai ini pada Senin besok, setelah mogok produksi selama 3 hari.
Mogok produksi ini sebelumnya dilakukan karena naiknya harga kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tempe dan tahu.