Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Hari Ini Produsen Mulai Pasok Tahu Tempe kepada Para Pedagang Setelah 3 Hari Mogok Berproduksi

Aksi mogok produksi kali ini berbeda dengan sebelumnya yang berimbas pada penetapan kenaikan harga.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Hari Ini Produsen Mulai Pasok Tahu Tempe kepada Para Pedagang Setelah 3 Hari Mogok Berproduksi
Wartakotalive.com/Muhammad Azzam
Setelah tiga hari mogok, produsen tempe di Bekasi mulai kembali produksi. Salah satunya di Gang Mawar, Margahayu, Bekasi Timur, Bekasi. 

Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar 461 dolar AS per ton atau naik 6 persen dibanding bulan sebelumnya 435 dolar AS per ton.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Syailendra menyebut yang membuat harga kedelai mahal adalah faktor global di mana harga kedelai di tingkat global juga mengalami kenaikan, sehingga berdampak pada harga kedelai impor ke Indonesia.

Pabrik produksi tempe di wilayah Kota Bambu Utara, Jakarta Barat, Minggu (3/12/2020).
Pabrik produksi tempe di wilayah Kota Bambu Utara, Jakarta Barat, Minggu (3/12/2020). (Fitri Wulandari/Tribunnews.com)

"Jadi stok memang aman, kita pastikan dan kita sudah cek. Jadi, stok itu ada tapi harga merangkak naik dan bahkan sudah dari Juli dan kemarin (Desember) penyesuaian lagi," ujarnya.

Selain itu penyebab kenaikan harga kedelai adalah karena lonjakan permintaan kedelai dari China kepada AS selaku eksportir kedelai terbesar dunia.

Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik dua kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.

Memukul Rakyat

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menilai kenaikan harga kedelai berdampak buruk pada masyarakat kelas menengah ke bawah.

Berita Rekomendasi

Dampak buruk ini tidak hanya akan dirasakan pelaku usaha yang memanfaatkan tempe dan tahu sebagai bahan baku produk mereka, namun juga masyarakat yang biasa mengkonsumsi produk hasil fermentasi itu.

"Kenaikan harga bahan baku tempe tahu tentu akan memukul kelas menengah ke bawah," ujar Bhima.

Perlu diketahui, tempe dan tahu merupakan produk olahan kedelai kaya protein. Sejak pandemi virus corona (Covid-19) berdampak buruk pada perekonomian global termasuk Indonesia, konsumsi masyarakat pun beralih ke tempe dan tahu.

Karena dua makanan khas lokal ini memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan daging.

"Secara umum tempe dan tahu jadi kebutuhan protein penting, apalagi dalam kondisi resesi ekonomi dan angka kemiskinan naik, yang biasa beli telur, ayam dan daging sapi bergeser ke membeli tempe tahu," jelas Bhima.

Menurut Bhima, ekonomi masyarakat akan semakin jatuh di masa pandemi ini, jika produsen tempe berhenti produksi, kemudian harga tempe dan tahu melambung.

"Kalau sampai naik tinggi harga di pasaran dan produsen tempe tahu stop produksi, itu sangat berisiko bagi ekonomi masyarakat," kata Bhima.

Pekerja memproduksi tahu di salah satu pabrik tahu di Jalan Aki Padma, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Minggu (2/1/2021). Setelah libur produksi dan jualan selama dua hari, pengrajin tahu dan tempe di Kota Bandung kembali melakukan produksi. Kesepakatan untuk meliburkan produksi dan jualan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan kepada konsumen adanya kenaikan harga tahu dan tempe sebesar 20 persen hingga 40 persen akibat dari naiknya harga kedelai impor sebagai bahan baku tahu dan tempe. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Pekerja memproduksi tahu di salah satu pabrik tahu di Jalan Aki Padma, Babakan Ciparay, Kota Bandung, Minggu (2/1/2021). Setelah libur produksi dan jualan selama dua hari, pengrajin tahu dan tempe di Kota Bandung kembali melakukan produksi. Kesepakatan untuk meliburkan produksi dan jualan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan kepada konsumen adanya kenaikan harga tahu dan tempe sebesar 20 persen hingga 40 persen akibat dari naiknya harga kedelai impor sebagai bahan baku tahu dan tempe. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Bhima Yudhistira menilai ada beberapa faktor yang mendorong naiknya harga kedelai sehingga berdampak pada kelangkaan tempe di pasaran.

Pertama adalah terbatasnya pasokan ini dari sejumlah negara pengekspor, seperti Argentina dan Brazil.

Kemudian stok komoditas satu ini pun semakin menipis di Amerika Serikat (AS).

Perlu diketahui, kedelai yang selama ini menjadi bahan baku tempe dan tahu merupakan pasokan dari AS, Kanada, Brazil dan Uruguay.

"Faktor kenaikan harga kedelai ada beberapa, mulai dari pasokan yang terbatas dari Argentina dan Brazil disebabkan faktor cuaca, stok AS pun terus menipis," ujar Bhima.

Sedangkan pemicu lainnya adalah melonjaknya permintaan komoditas ini di China. Negara itu memang telah kembali pulih kondisi perekonomiannya pasca dihantam pandemi virus corona (Covid-19).

"Sementara dari sisi permintaan, terjadi kenaikan yang signifikan dari China paska pemulihan ekonomi dari Covid-19," jelas Bhima.

Saat ini, kata Bhima, China mendominasi permintaan untuk kedelai secara global dan Indonesia tentu terkena imbasnya.

Baca juga: Harga Kedelai Naik, Produsen Tempe Mogok, Pedagang: Sejak Hari Jumat Tempe Kosong

Karena Indonesia menjadi negara yang memiliki tingkat konsumsi kedelai terbesar di dunia, setelah China.

Kedelai di China juga dimanfaatkan untuk pakan ternak.

"China menguasai 64 persen dari total permintaan kedelai global, kedelai banyak digunakan di China untuk pakan ternak," kata Bhima.

Pulihnya ekonomi negara di Asia Timur itu, tentunya mengembalikan tingkat permintaan masyarakatnya terhadap konsumsi kedelai.

"Ketika ekonomi pulih, daya beli masyarakat China membaik, permintaan kedelai impor juga tinggi," pungkas Bhima.(Tribun Network/fit/nas/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas