Bursa Komoditi Bisa Mitigasi Risiko Nilai Tukar di Perdagangan Ekspor Impor
Pasar keuangan menjadi salah satu sektor pendukung yang kuat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hadirnya instrumen derivatif keuangan dari bursa derivatif ke dalam sistem keuangan negara akan memberikan kelengkapan infrastruktur dari pasar keuangan yang ada di dalam negeri, yakni sebagai sarana manajemen risiko pelaku pasar keuangan.
Nursalam, Direktur Utama Indonesia Clearing House mengatakan, pasar keuangan menjadi salah satu sektor pendukung yang kuat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Sehingga penting bagi kita untuk menyediakan instrumen pendalaman pasar keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi nasional untuk mendukung kesejahteraan dalam kegiatan bisnis dan ekonomi dengan produktif,” ujarnya di Jakarta, Senin (4/1/2021).
Baca juga: Bea Cukai Tanjung Perak Fasilitasi Ekspor Komoditi Pertanian Senilai 266,6 Miliar
Nursalam menyampaikan itu saat ICDX menyelenggarakan Pembukaan Perdana Perdagangan Berjangka Komoditi 2021 sebagai acara pembukaan perdagangan resmi yang dilakukan pertama kali dalam industri PBK.
Baca juga: Bappebti Blokir 114 Situs Perdagangan Berjangka Tak Berizin, Ini Daftarnya
Pembukaan ini diisi dengan arahan, serta rangkuman terkait pertumbuhan dan pencapaian industri PBK selama 2020.
Acara ini dihadiri secara daring oleh Wakil Menteri Perdagangan, Kepala BAPPEBTI, Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Perdagangan, dan Komisaris Utama ICDX, Kyai Haji Said Aqil Siradj.
Baca juga: Solid Gold Berjangka Prediksi Sampai Akhir Tahun, Investasi Emas Tetap Jadi Primadona
Nursalam menyebut, terbitnya kontrak derivatif melalui bursa komoditi mampu menjadi instrumen mitigasi risiko nilai tukar dalam perdagangan ekspor dan impor karena sangat bergantung pada stabilitas nilai tukar rupiah.
Kebutuhan akan instrumen derivatif valuta asing dolar AS terhadap rupiah misalnya, akan membantu pelaku ekspor dan impor dalam negeri dalam manajemen risiko, mengingat ketergantungan perdagangan Indonesia terhadap dolar AS yang cukup besar.
"Hal ini tentunya dapat terlaksana dan juga tercapai dengan sinergi antara berbagai pihak yang tercakup dalam perdagangan berjangka komoditi, serta dukungan dan arahan dari regulator dan pemerintah dalam upaya besar akselerasi industri perdagangan Indonesia," tuturnya.
Di sisi lain, produk-produk derivatif, baik sebagai sarana alternatif investasi maupun manajemen risiko, terlihat bertumbuh secara signifikan dari tahun ke tahun.
Peningkatan volume transaksi produk derivatif multilateral ICDX melalui GOFX (Gold, Oil, Forex) telah mengalami pertumbuhan volume sebesar 1991% sejak diperkenalkan di tahun 2018.
Hal ini tentunya tidak lepas dari kemudahan akses produk derivatif, dimana produk derivatif yang tersedia di bursa ICDX kini dapat ditransaksikan oleh berbagai kalangan, dan semakin terjangkau melalui terbitnya kontrak berbasis multilateral berukuran mikro.
Sementara itu, untuk tata niaga perdagangan fisik timah tujuan ekspor yang dilakukan melalui bursa ICDX juga menunjukkan perkembangan yang sangat positif, dapat dilihat dari peningkatan jumlah pembeli internasional yang saat ini sudah meningkat menjadi 37 perusahaan.
Selain itu, pangsa pasar perdagangan timah juga berhasil diperluas menjadi 26 negara tujuan ekspor, serta ditambah dengan keberhasilan upaya dalam menggeser posisi Singapura di Asia Tenggara sebagai secondary market timah dunia.
Tercatat sejak dibursakan pada Agustus 2013 hingga Desember 2020, total ekspor timah yang dilakukan melalui bursa ICDX mencapai 404,363.19 metrik ton atau senilai 7,916,877,408 USD atau setara dengan Rp 111.79 Triliun.
"Pada tahun 2021, pengembangan kontrak multilateral untuk manajemen risiko berbagai sektor dapat dimaksimalkan dengan hadirnya beberapa komoditas strategis baru yang berkelanjutan," katanya.
Jika dilihat dari perspektif berkelanjutan, kata dia maka keterkaitan ekonomi, sosial dan lingkungan menjadi penting dan merupakan trisula roda ekonomi di banyak negara tak terkecuali Indonesia.
Selama ini, isu terkait lingkungan dan pemanasan global kurang menjadi sorotan. Kita seringkali hanya berfokus kepada sisi bisnis tanpa mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan sosial.
Jika kita melihat industri secara global, keseimbangan ketiga faktor tersebut secara signifikan ditanggulangi dengan mekanisme perdagangan karbon melalui pasar fisik dan pasar berjangka.
Nursalam mendorong terciptanya perdagangan kontrak multilateral yang mampu mengembangkan pasar keuangan yang lebih inklusif, serta perdagangan komoditas yang berkelanjutan sebagai manajemen risiko berbasis pasar yang efisien di dalam bursa berjangka komoditi, dapat memodernisasi ekosistem perdagangan Indonesia secara komprehensif.
"Ini akan sangat membantu usaha-usaha dengan berbagai skala yang terlibat dalam masing-masing industri dan secara berkesinambungan berperan dalam mewujudkan visi Indonesia Maju,” kata Nursalam.
Sinergitas antara berbagai pihak, bursa komoditi sebagai penyedia infrastruktur dan pemerintah yang memberikan dukungan, akan mampu mengakselerasi ekonomi Indonesia.
“Sebab, tantangan yang kita hadapi ke depan bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat global.” tutup Nursalam.