APPBI: Pembatasan Sosial Berskala Mikro di Jawa-Bali Bikin Pusat Perbelanjaan Makin Terpuruk
APPBI menyatakan keputusan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala mikro di Pulau Jawa dan Bali akan berdampak buruk bagi ekonomi.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyatakan keputusan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala mikro di Pulau Jawa dan Bali akan berdampak buruk bagi ekonomi.
Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja menyebut akan ada potensi pusat perbelanjaan yang tutup usahanya atau menjualnya karena pengetatan jadwal operasinal.
“Pembatasan sosial tentu akan mengakibatkan terhambatnya kembali perekonomian yang sebenarnya saat ini sudah mulai menghasilkan pergerakan meski masih berlangsung secara bertahap,” kata Alphon saat dihubungi Tribunnews, Rabu (6/1/2021).
Baca juga: Penjualan Peugeot Indonesia Naik 64 Persen di Tengah Pandemi
“Terlambatnya kembali pergerakan ekonomi akan menjadikan kondisi usaha pusat perbelanjaan semakin terpuruk,” tukasnya.
Berdasarkan pengalaman PSBB Transisi saja, pengelola mall tetap defisit dengan pembatasan pengunjung maksimal 50 persen.
Saat itu pencapaian hanya berkisar 30-40 persen apalagi jika ada pengetatan berskala mikro.
“Selama ini pusat perbelanjaan telah terbukti memiliki keseriusan atas pemberlakuan protokol kesehatan secara ketat, disiplin dan konsisten,” urai Alphon.
Menurutnya, dibutuhkan komitmen menjalankan protokol kesehatan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19
“Komitmen ini akan tetap dipertahankan sehingga dapat diupayakan semaksimal mungkin untuk menghindari sanksi,” ujarnya.
Dalam aturan pembatasan sosial beskala mikro di Pulau Jawa-Bali, pusat perbelanjaan hanya boleh beroperasi hingga pukul 19.00, dine-in dibatasi maksimal 25 persen, dan take-away atau delivery order tetap diperbolehkan.
APPBI: Harus Serius Terapkan Protokol Kesehatan
Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja, juga mengatakan pembatasan harus disertai dengan penegakan terhadap pemberlakukan ataupun penerapan atas protokol kesehatan yang ketat, disiplin dan konsisten.
“Jika hal tersebut tidak dilakukan maka pembatasan akan menjadi tidak efektif,” ucap Aphon saat dihubungi Tribunnews, Rabu (6/1/2021).