Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rancangan PP Transportasi Laut Dikhawatirkan Rugikan Sektor Angkutan Maritim Nasional

Perlu ada pengkategorian ruang lingkup kegiatan keagenen kapal, yang menjadi salah satu usaha kegiatan angkutan laut di perairan.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Rancangan PP Transportasi Laut Dikhawatirkan Rugikan Sektor Angkutan Maritim Nasional
Istimewa
ILUSTRASI - Aktivitas bongkar muat barang dan peti kemas oleh kapal niaga di Pelabuhan Bongkar Muat Kayan I, Jl Jenderal Sudirman, Tanjung Selor. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli hukum kemaritiman Dr Chandra Motik SH, MSc, mengkritisi isi draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sektor Transportasi Laut.

Dia menilai draft RPP ini berpotensi mematikan sektor usaha angkutan laut nasional. Dalam Pasal 90 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010, menyebutkan kegiatan usaha keagenan kapal dapat dilakukan oleh perusahaan keagenan kapal dan perusahaan angkutan laut nasional.

Chandra berpendapat, perlu ada pengkategorian ruang lingkup kegiatan keagenen kapal, yang menjadi salah satu usaha kegiatan angkutan laut di perairan.

“Penting untuk melakukan pengategorian ruang lingkup kegiatan keagenan kapal. Karena selama ini belum dilakukan,” kata Chandra Motik dalam diskusi virtual bertema “Menyoal Peran Agen Dalam RPP Sektor Transportasi Laut,” Kamis, 11 Februari 2021.

Hadir dalam diskusi tersebut Prof Ningrum Natasya Sirait (Pakar Hukum Persaingan Usaha) dan Prof. Senator Nur Bahagia (Pakar Rantai Suplay dan Logisik).

Baca juga: RPP Pelayaran Dikhawatirkan Picu Persaingan Tidak Sehat

Menurut Chandra Motik, pengkategorian ruang lingkup usaha agen kapal menjadi penting, supaya dapat meningkatkan usaha di perairan nasional tanpa mematikan usaha salah satunya.

Berita Rekomendasi

“Agen kapal nasional mengurus kepentingan operasional sesuai kapasitas dan keahlianya. Sementara perusahaan angkutan laut nasional melakukan kegiatan keagenan selain untuk pengurusan kepentingan operasional juga untuk kepentingan komersial kapal,” tambahnya.

Baca juga: Kemenhub Terbitkan Aturan Baru Penumpang Transportasi Laut Perjalanan Internasional dan Domestik

Prof Ningrum Natasya Sirait berpendapat, dari sisi persaingan usaha, industri kapal nasional belum pada level yang sama dengan industri kapal asing.

Untuk itulah industri maritime masih memerlukan perlundungan dari negara. “Kita belum sampai pada level playing field yang sama, baik dari sisi modal, teknologi maupun skillnya,” jelasnya.

Masuknya agen kapal yang menjadi principal kapal asing sejajar dengan industri kapal nasional, seperti halnya PSMS melawan Liverpool atau Manchester United.

“Persaingan itu harus pada level yang sama, apple to apple,” kata Ningrum.

Dia menambahkan, jika belum bisa bersaing, pasti akan diterobos dan dikuasai, dan bisanya setelah menguasai, industri maritime akan sulit. “Kita ini negara kepulauan, market kita besar sekali,” ujarnya.

Namun demikian dia juga tidak alergi kepada pihak asing, faktanya mereka sudah masuk ke semua sektor. Namun ada syarat, pemerintah harus punya road map yang jelas mensejajarkan industri dalam negeri agar bisa bersaing. “Karena itu dalam konteks RPP ini, yang mau dilindungi yang mana, yang mau dibuka yang mana, sehingga competitive policy nya clear,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan pakar logistik dari ITB, Prof. Senator Nur Bahagia. Menurut dia, permasalahan utama dalam RPP adalah perusahaan keagenan menjadi seperti perusahaan kapal, mereka bisa melakukan kegiatan-kegiatan seperti pemasaran.

Padahal dalam peraturan yang dibuat sebelumnya adalah keagenan memiliki fungsi menjadi kepanjangan tangan dari kapal asing yang menjadi prinsipalnya. “ Seperti mengurus perijinan, bongkar muat, administrasi tidak ada unsur bisnisnya,” jelasnya.

Menurutnya, lantas dengan adanya fungsi keagenan yang diperluas sebenarnya mewakili kepentingan siapa, kepentingan asing atau kepentingan nasional yang dibela. “ Secara konstitusi sebenarnya kepentingan nasional yang harus dibela, dengan RPP apakah melindungi kepentingan nasional atau tidak,” jelasnya.

Setiap regulasi harus dibuat dampak analisisnya, jangan karena dburu waktu yang dipentingkan adalah penciptaan lapangan pekerjaan, kemudian kurang memperhatikan fungsi kedaulatan dan ekonomi kerakyatan. “Sehingga muncul RPP yang menurut saya tidak membela kepentingan kedaulatan negara dan ekonomi,” tuturnya.

Solusinya menurut ahli dari ITB ini adalah partnership, misalnya kapal asing bermitra dengan kapal Indonesia, sehingga kapal Indonesia bisa go internasional. “Karena kelemahan kita adalah networking, dengan partnership maka tidak akan saling mematikan,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas