Sudah Lapor SPT Tahunan Pajak? Sengaja Tak Lapor SPT Bisa Kena Sanksi Hingga Pidana
Biaya denda telat lapor SPT Tahunan sebesar Rp 100 ribu berlaku bagi wajib pajak pribadi. Sementara denda Rp 1 juta untuk wajib pajak badan.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengancam akan memberikan sanksi kepada setiap warga negara yang tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak.
Ancaman sanksinya beragam, dari sanksi ringan hingga sanksi berat.
"Ada sanksi yang menanti jika mereka tidak melaporkan SPT Tahunan," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor, Rabu (24/2/2021).
Sanksi ringan mulai dari surat 'cinta' dari Direktur Jenderal Pajak.
Sementara sanksi berat bisa berupa hukuman pidana atau penjara.
Hukum pidana diberikan jika wajib pajak sengaja tidak melaporkan penghasilannya.
"Sanksi pidana apabila alpa atau sengaja tidak melaporkan SPT atau melaporkan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap," tegasnya.
Adapun jika Wajib Pajak (WP) terlambat melaporan SPT, maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 100 ribu sampai Rp 1 juta.
Baca juga: Jadi Objek Pajak, Sepeda Wajib Dilaporkan dalam SPT Tahunan
Baca juga: Lupa EFIN untuk Lapor SPT Tahunan? Simak Syarat dan Cara Mendapatkan EFIN Lewat Email
Biaya denda telat lapor SPT Tahunan sebesar Rp 100 ribu berlaku bagi wajib pajak pribadi. Sementara denda Rp 1 juta untuk wajib pajak badan.
"Aturan denda masih sama," ujar Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu, Hestu Yoga Saksama.
Yoga mengatakan biaya denda itu masih bisa bertambah bila wajib pajak yang seharusnya membayar denda terlambat menyetor uang denda.
Penambahan biaya denda mengikuti tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
"Untuk terlambat bayar, sanksi per bulannya adalah sesuai suku bunga acuan yang ditetapkan ditambah uplift 5 persen, dibagi 12 bulan. Paling lama untuk 24 bulan," katanya.
Ketentuan ini berubah dari sebelumnya sebesar 2 persen per bulan. Aturan baru ini mengikuti ketentuan di Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.