Kapasitas Terpasang Pembangkit EBT Baru 14 Persen dari Total Nasional
Untuk bauran energi pembangkit, per Desember 2020 untuk EBT mencapai 13 persen, batu bara 66 persen, gas 17 persen, dan BBM 3,6 persen.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, tren global menunjukkan kecenderungan penggunan pembangkit tenaga listrik menuju transisi menggunakan energi bersih.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Alihuddin Sitompul mengatakan, pemerintah Indonesia juga mendorong transisi dari energi fosil menuju energi bersih melalui peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik dari energi baru terbarukan (EBT).
"Hal ini dapat dilihat dari total kapasitas terpasang pembangkit EBT sampai Desember 2020 sebesar 10,43 giga watt atau sekira 14 persen dari total kapasitas terpasang pembangkit nasional," ujarnya di acara "Hutama Expert Talk Webinar Series" secara virtual, Kamis (25/3/2021).
Untuk bauran energi pembangkit, per Desember 2020 untuk EBT mencapai 13 persen, batu bara 66 persen, gas 17 persen, dan BBM 3,6 persen.
Baca juga: RI Bidik Kota Giengen Jerman Kerja Sama Pengelolaan Limbah dan Energi Terbarukan
Alihuddin menjelaskan, upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengembangan tenaga listrik ke depan adalah mengedepankan EBT dan pembangkit fosil dapat dikonversi menjadi pembangkit EBT.
Baca juga: Ibarat Harta Karun, Energi Terbarukan Kini Jadi Incaran Banyak Negara
Ada sembilan cara untuk mencapai tujuan itu yakni pertama yang bisa dilakukan adalah fleksibilitas penambahan pembangkit EBT di dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik PLN.
Baca juga: Kapasitas Pembangkit Energi Terbarukan Ditargetkan Tembus 978 Megawatt di 2021
Kedua, pengembangan smart grid, termasuk digitalisasi infrastruktur ketenagalistrikan yang sudah implementasi di beberapa daerah di Jawa dan Bali.
"Tujuannya yakni agar penyaluran tenaga listrik lebih efisien dan jika ada gangguan maka pemulihan lebih cepat," kata dia.
Ketiga, revisi grid code yaitu ini supaya energi baru terbarukan bisa lebih mudah masuk ke grid serta keempat adalah pengembangan PLTS atap.
Selanjutnya kelima adalah pengembangan pembangkit listrik berbasis CPO dan keenam melalui penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) EBT.
Ketujuh, penggunaan EBT untuk meningkatkan elektrifikasi di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kedelapan, EBT mengintegrasikan dari sisi suplai sampai sisi penggunaan energi, jadi mengembangkan industri di tempat itu, membangun PLTA di Kalimantan Utara misalnya.
"Kesembilan, dedieselisasi kita akan lakukan yang menggantikan sumber energi diesel menjadi biomass, sehingga PLTD dikonversi menjadi EBT," kata Alihuddin.
Di masa datang, pembangunan energi mengarah ke keberlanjutan dengan mengedepankan energi ramah lingkungan, era digital, dan industri 4.0.
"Ini semua akan berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian nasional," pungkasnya.