Empat Kelemahan Produk Ekspor RI Yang Sering Dikomplain Oleh Importir Korsel
Ketika terjadi pengiriman berikutnya misalnya untuk ketiga kalinya, maka produk yang datang sudah tidak sebaik pengiriman pertama.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Alasan pertama yakni dunia sedang diambang dari supercycle komoditas primer, sudah kelihatan dari tren-nya, contohnya batu bara.
"Misal batu bara, karena 30 persen ekspor Indonesia ke Korea Selatan bentuknya batu bara, itu harganya naik terus, mestinya kita lihat nilainya meningkat. Kemudian, gas alam kita pangsa pasarnya di Korea Selatan hampir 5 persen," katanya.
Kedua, adalah elemen investasi yang akan mendorong perdagangan dari selama ini investasi Korea Selatan di Indonesia hanya didominasi sektor garmen dan alas kaki sepatu.
"Polanya adalah perusahaan Korea Selatan bikin pabrik garmen di Indonesia. Lalu, ekspor produknya ke Amerika Serikat, tapi dalam beberapa tahun terakhir ini sudah mulai kelihatan masuknya investasi Korea Selatan di bidang yang lebih tinggi nilai tambahnya, yakni besi dan baja," kata Umar.
Permen Kopiko
Ketiga, optimistis berdasarkan potensi besar dari produk-produk makanan dan minuman olahan Indonesia untuk masuk pasar Korea Selatan.
"Mulai terbukanya konsumen Korea Selatan akan produk negara lain, satu contoh yang cukup menarik ada satu drama Korea Selatan lagi top judulnya Vincenzo. Ada satu adegan tokoh utamanya makan permen Kopiko, tiba-tiba Kopiko membanjiri pasar Korea Selatan, menjadi banyak dicari orang di sini, ini upaya sengaja dari pihak produsen," paparnya.
Adapun perdagangan Indonesia dan Korea Selatan puncaknya pada 2018 yakni total hampir 20 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dengan surplus di pihak Indonesia sekitar 2 miliar dolar AS. Namun, sejak 2019 dan 2020 terus menurun, terutama akibat dampak pandemi. (Tribunnews/Seno Tri Sulistiyono/Yanuar Riezqi Yovanda/tis)