Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Undang BPOM dan Pakar, DPR Bahas Polemik Kandungan Bhispenol A pada Air Minum Kemasan

Bisphenol A (BPA) dinilai memiliki senyawa racun yang diduga berpengaruh terhadap kesehatan manusia jika digunakan secara terus menerus.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Undang BPOM dan Pakar, DPR Bahas Polemik Kandungan Bhispenol A pada Air Minum Kemasan
dok DPR.go.id
Anggota Komisi IX DPR RI Muchamad Nabil Haroen 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maraknya air minum dalam kemasan (AMDK) yang masih mengandung BPA atau Bisphenol A, yakni tambahan zat kimia untuk pembuatan kemasan plastik berbahan PVC (kode3) dan PC (kode 7)  membuat resah masyarakat.

Bisphenol A (BPA) dinilai memiliki senyawa racun yang diduga berpengaruh terhadap kesehatan manusia jika digunakan secara terus menerus.

Memang ada toleransi bagi usia dewasa tapi bagi bayi, balita dan janin tentu tak ada toleransi.

Mereka lah kelompok usia rentan yang harus dilindungi.

Sejak Senin 15 Maret 2021 lalu, BPOM melalui Direktur Registrasi Pangan Olahan, Anisyah S.Si, Apt. MP mengeluarkan pengumuman dengan nomor : HM 01.52.521.03.21.91 tentang Pencantuman Jenis Kemasan Plastik pada E- Registration. Hal ini menyangkut diperlukannya pendataan terkait jenis kemasan plastik pada saat registrasi pangan olahan agar pendaftar dapat memastikan input jenis kemasan plastik.

Ke depan diharapkan BPOM memberi label pada kemasan plastik yang mengandung BPA agar tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil.

Baca juga: 3 Resep Minuman Segar untuk Buka Puasa, Ada Thai Tea Aromatik hingga Es Buah Delima

Berita Rekomendasi

Sebab, ada bayi dan balita Indonesia pada saat ini yang kesehatanya terancam, terlebih mereka tidak mengetahui bahwa air dalam kemasan botol plastik yang biasa mereka minum, atau air galon ternyata merupakan bom waktu yang bisa merusak organ tubuh.

Baca juga: Manfaat Lidah Buaya untuk Hair Care atau Perawatan Rambut

Berdasarkan penelitian, dan sejumlah sumber yang dihimpun bahwa Bisphenol A yang terkandung di dalam plastik berbahaya bagi bayi karena dapat memengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku dan resiko kanker di kemudian hari.

Sementara itu, penggunaan plastik BPA juga dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS) persalinan premature.

Menurut Muchamad Nabil Haroen, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan memberikan tanggapan terkait air dalam kemasan  yang berpotensi menggangu kesehatan.

Menurutnya,  pada saat ini Komisi IX DPR RI sedang mengkaji bersama beberapa pakar dan berkoordinasi dengan BPOM.

“Intinya, kami akan menganalisa detail, serta mengadvokasi kebijakan untuk kebaikan warga.

Bahwa bahaya BPA yang terdapat dalam galon, atau pun bahaya lain dalam konteks air kemasan, sedang kami kaji semua hingga nanti akan dikoordinasikan menjadi rumusan kebijakan.

Intinya, kami tidak ingin ada bahaya dalam sirkulasi air, sekaligus juga penting menjaga kesehatan warga lewat apa yang kita konsumsi bersama,” ujarnya dalam keterangan pers, Selasa (6/4/2021).

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama ini mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya yakni DPR RI akan koordinasi dengan BPOM.

"Katakan kami lakukan, ada beberapa catatan penting terkait dengan perizinan sekaligus juga mekanisme lain yang terkait. Kami dukung agar BPOM menjalankan regulasi yang tepat,” tegasnya

“Kami akan mendorong BPOM bertindak cepat dan tepat.

Tentu, harus sesuai prosedur hukum, serta koordinasi dengan pihak terkait. Kami juga akan mendengar dari pihak produsen, untuk mengevaluasi kelayakan dan sistem produksi,” katanya.

Sementara itu pemerhati permasalahan sosial kemasyarakatan, doktor sosiologi UI, Imron Rosadi mengatakan, fenomena yang dikhawatirkan sejak lama, tanpa pengawasan institusi yang punya otoritas , BPOM dan lemahnya kontrol sosial masyarakat karena motif-motif  ekonomi, background pengetahuan yang awam, dan pola hidup sehat yang masih belum membudaya,” ujarnya.

“Ini sebenarnya langkah terlambat dan akan temui jalan berliku dan tipu-tipu, karena labelisasi bisa diakali dan dibeli, bisa dimodifikasi dengan teknologi canggih. Yang terpenting itu bikin awardness campaign di tingkat lokal, bentuk kader-kader seperti model jumantik yang disupervisi dengan pendampingan dan dukungan capacity building dari pemerintah,” ujarnya.

Di saat yang sama Imron juga mengatakan bahwa  DPR RI harus tampil sebagai  lembaga pengawas kinerja BPOM, melalui kader dan simpatisan di level bawah melalukan pengawasan ketat berbasis komunitas.  “Segera ajukan hak bertanya atau hak penyelidikan sebelum segalanya terlanjur dan merugikan masyarakat,” tegasnya.

“Apalagi dalam kontek kesehatan masyarakat dan isu akuntabilitas pelayanan publik di tengah pandemik covid 19 ini yang bisa jadi isu sensitif,” tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas